Bu Dosen, Please Be Mine!

Reni Hujan
Chapter #23

Terakhir untuk Selamanya

Dengan tubuh masih berbalut mukena, Tita merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pikirannya mulai berkecamuk. Kehadiran Narendra yang tiba-tiba, membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Peristiwa demi peristiwa yang pernah mereka lalui mulai kembali memenuhi isi kepalanya. Terutama saat laki-laki itu memutuskan menjaga jarak dengannya. Sepanjang hidupnya, itulah rasa sakit paling perih yang pernah menghampirinya. Jatuh cinta dan sakit hati untuk pertama kalinya.

Tita memejamkan matanya. Air mata kembali membasahi wajah mulusnya. Peristiwa tujuh tahun itu kembali hadir.

“Mbak Tita! Ada yang nyari di depan.”

Teriakan salah satu adik kosnya menyadarkan Tita dari lamunan.

“Astagfirullahaladzim. Ampuni dosa-dosa hamba, Yaa Allah."

Tita segera beranjak dari posisinya. Jaket dan kerudung instan segera ia pakai untuk menutup auratnya. Ia kemudian menuju teras.

“Gala?”

Tita tidak percaya jika laki-laki yang ia rindukan kehadirannya hadir menemui dirinya. Ia sudah pesimis bahwa Gala tidak akan datang lagi. Keinginan pemuda itu untuk tetap memperjuangkannya, sudah ia hempaskan sendiri. Ia tidak berani menggantungkan harapan.

“Gimana kabarnya?” tanya Gala dengan senyum manisnya.

“Alhamdulillah baik. Kamu?”

“Alhamdulillah.”

Percakapan Gala dan Tita terasa canggung. Mereka seperti baru saja berkenalan. 

“Ada apa datang ke sini?” tanya Tita penasaran.

“Aku mau nepatin janjiku.”

“Janji?” tanya Tita dengan kening berkerut.

Gala mengangguk sambil tersenyum.

“Makan lalapan.”

Tita tertawa pelan sambil manggut-manggut. 

“Mau, kan, keluar?”

Tita tersenyum manis. Ia meminta waktu untuk berganti pakaian. Tidak lama kemudian, wanita itu muncul dengan penampilan yang selalu membuat Gala terpesona. Wajah yang berpoles bedak tipis dan lipstik. Seperti itu saja sudah membuat hati pemuda itu berdesir.

Gala seperti biasanya, membukakan pintu mobil untuk Tita. Namun, sepanjang perjalanan tidak ada obrolan yang terjadi. Tita menghela napas seraya melirik laki-laki di balik kemudi itu. 

Mereka pun tiba di sebuah warung tenda yang letaknya bersebelahan dengan kampus. Tempatnya cukup ramai. Tita keluar terebih dahulu karena Gala harus mencari tempat untuk memarkir mobilnya. Wanita itu menunggu mahasiswanya dekat pintu masuk warung di mana ada penyanyi jalanan yang sedang menyanyikan sebuah lagu dengan gitarnya.

Tidak lama kemudian Gala datang. Mereka pun memasuki tenda. Warung itu menyediakan menu berupa aneka lalapan dari ayam, bebek, hingga burung puyuh. Setelah memesan menu, mereka menunggu di salah satu meja yang ada di ujung sebelah kanan.

“Gimana nilai kamu, Ga?” tanya Tita membuka percakapan.

“Alhamdulillah, memuaskan,” jawab Gala sambil terkekeh. “Terima kasih ya, kamu nggak ngasih nilai D karena aku gagal jadi ketua BEM.”

Mata Tita membulat. Ia pun tergelak menanggapi ucapan konyol Gala.

“Dosen macam apa itu kalau ngasih nilai berdasar masalah pribadi.”

Mereka pun tertawa bersama. Gala menopang dagunya dengan tangan. Ia menatap lekat Tita yang masih terbahak. Wanita di hadapannya menyadari tatapan itu.

“Kenapa lihatnya kayak gitu?” tanya Tita yang terlihat salah tingkah.

“Beruntung sekali, ya. Dia yang nanti jadi jodohmu.”

Lihat selengkapnya