“Kondisi sepertiku?” tanya Tita tidak yakin. “Maksudnya kamu udah pernah berbuat sesuatu itu?”
Gala mengangguk pelan. Ia pun pernah melakukan hal yang sama dengan Silmi. Bukan satu kali tapi berulang kali. Semua terjadi saat dirinya berada di titik terendah karena gagal menggapai cita-citanya menjadi tentara.
Kehadiran Silmi yang merupakan teman sekolahnya perlahan membuatnya bangkit. Cinta dan sikap manis gadis itu sungguh menjadi candu bagi Gala. Hingga akhirnya mereka terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Namun, semua tidak berlangsung lama, saat dirinya sedang memacu langkah mendirikan usaha demi segera menghalalkan pacarnya, ia mendapati kejutan yang menyesakkan. Gala memergoki Silmi berselingkuh dengan laki-laki lain. Saat itu, ia segera memutuskan jalinan asmaranya. Baginya, mengkhiananti kepercayaan pasangan adalah kesalahan yang tidak akan bisa dimaafkannya.
“Kamu aja bisa menerima masa laluku, kenapa aku tidak?”
Senyum bahagia menghiasi wajah berlesung pipit tersebut. Gala menatap Tita penuh cinta. Tidak ada lagi keraguan untuk segera menghalalkan wanita di sampingnya itu.
“Minggu depan tunggu aku di Ngawi.”
“Secepat ini, Ga?” tanya Tita tidak percaya.
“Niatan baik itu harus disegerakan. Aku ingin memuliakanmu.”
Tita mengangguk sambil tersenyum. Hatinya seketika menghangat mendengar permintaan tulus mahasiswanya itu. Keharuan menyeruak di antara keduanya.
***
Gala segera mempersiapkan segala kebutuhan untuk melamar Tita. Ia sudah menghubungi saudara-saudaranya yang berada di luar kota. Mereka semua menyambut gembira kabar baik itu. Dua hari menjelang hari H, mereka pun sudah berada di kota Malang untuk bersama-sama mengantar adik tercinta meminang pujaan hatinya.
“Bisa, kan, Bang?” tanya Gala pada Narendra yang mampir ke Kopipiko.
“Sabtu sore aku udah ada jadwal buat sectio, Ga.”
“Berarti nggak bisa, dong?”
Narendra mengangguk lemah. Ia harus melewatkan momentum membahagiakan antara sepupunya dengan wanita di masa lalunya itu.
“Doaku menyertaimu. Semoga lancar tanpa halangan apa pun.”
“Aamiin yaa Allah. Padahal aku mau ngenalin Tita ke Abang.”
Laki-laki yang mengenakan kacamata itu terkesiap. Ia masih memikirkan beberapa kemungkinan jika Tita mengetahui bahwa dirinya adalah sepupu Gala. Lebih parahnya adalah reaksi pemuda di hadapannya jika mengetahui bahwa dirinya yang telah merebut kesucian Tita.
“Kalau udah balik ke Malang, kita ketemuan.”
Gala mengiyakan saran Narendra. Ia sudah tidak sabar ingin membawa Tita bertemu sepupunya. Tentu wanita itu akan senang karena bertemu sesama alumni kampusnya.
***
Pelaksanaan lamaran berjalan dengan lancar. Keluarga Tita menyambut dengan ramah rombongan dari Malang yang membawa dua mobil. Mereka dijamu dengan berbagai macam hidangan sederhana tetapi bercitarasa lezat.
Hal yang paling penting dengan kedatangan Gala beserta keluarga adalah diterimanya lamaran tersebut oleh pihak Tita. Mereka segera menentukan tanggal pernikahan. Dua bulan lagi peristiwa sakral itu akan dihelat. Pihak calon mempelai wanita terutama Tita menginginkan prosesi sederhana untuk akad nikah tanpa adanya resepsi di Ngawi. Ayahnya mengiyakan saja mengingat saat seperti ini yang sudah lama dinanti atas putri bungsunya tersebut. Pihak Gala pun menyatakan setuju dengan keputusan tersebut.
Berbeda dengan keinginan Tita, Gala bersikukuh akan menyelenggarakan resepsi di Malang. Ia ingin berbagi kabar gembira dengan teman-teman dan seluruh kolega bisnisnya. Awalnya Tita tidak setuju. Namun, ia tidak boleh bersikap egois. Gala ingin berbagi kebahagiaan pun dengan dirinya yang ingin membagi berita baik dengan keluarga besarnya di kampus. Mereka mulai sibuk mempersiapkan semuanya.
Berita rencana pernikahan Gala dan Tita mulai tersebar luas di lingkungan kampus setelah undangan dibagikan. Banyak yang berbahagia atas kabar tersebut. Baik dari jajaran dosen, karyawan, maupun mahasiswa. Namun, tentu saja ada hati yang terluka oleh niatan mulia tersebut.
“Serius ini Gala mau nikah sama Bu Tita?” tanya Inara tidak percaya saat Resta menunjukkan undangan berwarna coklat tua tersebut.
“Kamu bisa baca, kan, Na?”
“Iya, sih. Nggak percaya saja aku. Mahasiswa nikah sama dosennya. Wow, namanya jodoh. Unik juga, ya.”
Resta hanya mengangguk menanggapi penuturan Inara. Ia tengah fokus memperhatikan foto-foto prawedding sahabatnya itu di Instagram. Konsep pemotretan yang unik. Kedua calon penganti ini menggunakan kampus sebagai latarnya. Hal itu menyiratkan bahwa pertemuan mereka memang terjadi di tempat tersebut.
“Tapi, kayanya ada yang aneh, Ta.”
“Apa?”
“Kok, kamu nggak banjir air mata, sih?”
Resta tergelak mendapati pertanyaan dari Inara yang menurutnya konyol.
“Buat apa kali, Na? Air mataku ini berharga, tau!”
Inara pun terbahak. Ia mengapresiasi sikap sahabatnya tersebut.
“Kok, bisa hatimu sudah setegar ini?”
“Resta gitu, Loh.”
“Sombong,” ucap Inara sambil mengacak rambut Resta. “Beneran, deh. Aku masih ingat loh, gimana dulu kami nangis-nangis pas tau Gala naksir Bu Tita.”