Bu, Jahit Juga Luka Ku

Marliana
Chapter #1

Perkenalan

Langkah ku membawaku ke Cafe minimalis yang menjadi pilihan tempat berkumpul. Setelah panjangnya drama di group wattsaap sekedar menentukan pilihan tempat untuk berkumpul semalam. Ya, pilihannya jatuh pada tempat dimana aku berdiri sekarang.

Ku Edarkan pandanganku mengelilingi setiap sudut ruangan ini, mencari sekumpulan orang yang sekiranya menungguku dan duduk di salah satu meja yang disediakan. Ternyata mataku hanya menangkap satu pria yang terlihat sedang menunggu juga. Melihatnya duduk sendirian di meja bagian tengah cafe ini membuat darahku rasanya berdesir. Ada sesuatu yang salah ketika jantungku berdetak kencang, dan paling salahnya adalah aku melangkah mendekatinya, meski aku tahu tindakanku adalah salah. 

Tujuanku adalah melangkah ke arah laki-laki berbaju hijau botol sedang memainkan handphonenya. Ukuran wajahnya yang sempurna menurutku, membuatku melangkah menghampirinya meski otakku menolak melakukan itu. 

"Yang lain mana,kak?" tanyaku. Detik selanjutnya kurutuki diriku karena telah melontarkan pertanyaan bodoh itu. Otakku seperti tidak bekerja baik sekarang.

"Biasa, janjiannya jam empat, tapi semuanya baru OTW jam segitu" jawab orang tersebut dengan senyuman khasnya dan mempersilahkan aku untuk duduk di kursi di depannya. Begitulah kebiasaan teman-teman ku, seperti yang dikatakan Kak Nizar, mereka tidak pernah datang tepat waktu ketika janjian.

Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya, aku duduk dan kak Nizar juga sama. Aku juga merutuki bagian dalam hidupku karena tidak pandai memulai pembicaraan, sebab ujungnya akan begini, kami sama-sama diam sebelum kak Nizar memulai pembicaraan lagi.

"Kamu sudah shalat? Saya shalat dulu" Dia bertanya, dan setelah mendapat anggukan dariku dia beranjak pergi mencari musholla untuk menunaikan shalat asar.

Nizar Ihsan Bratajaya, kami di komunitas memanggilnya kak Nizar. Ketua komunitas PEDULI BACA yang dibentuk oleh dia sendiri. Mottonya, Baca Untuk Tahu Banyak Hal. Alasan sederhana pembentukannya adalah, untuk mengenalkan dan memberitahu kepada masyarakat terkhusus anak-anak bahwa kepedulian terhadap membaca adalah investasi masa depan. Karena membaca seperti menabung kosa kata untuk digunakan di masa depan. 

Tentang Kak Nizar, siapa yang tidak mengagumi pria itu. Selain kepeduliannya terhadap sesama, dia juga adalah pria taat. Tidak pernah sekali pun ketika berkumpul bersama dia meninggalkan Salat dan selalu mengajak sesama untuk salat juga. 

"Salwaku," seseorang berlari kecil menghampiriku ketika melihatku duduk sendirian. Mudah sekali menemukan keberadaanku, Karena meja yang akan kami tempati untuk rapat berada di tengah.

"Kangen,"katanya terdengar dilebihkan. perempuan dress hitam memelukku. Bukan tanpa alasan aku mengatakan itu, karena setiap malam bahkan setiap waktu senggang kami berkomunikasi lewat chat, sesekali dengan panggilan video. Aku membalas pelukannya juga.

Ternyata Yumna datang bersama Arsyad. Kulihat ekspresi Arsyad ketika kami berpelukan, dia senyum simpul. Mereka duduk dan selanjutnya teman-teman yang lain berdatangan. 

Bertepatan dengan datangnya manusia-manusia yang membuatku menunggu, Kak Nizar juga datang. Rambut basah itu membuatku semakin tidak karuan. Kulangitkan banyak istighfar ketika sadar akan sesuatu yang tidak seharusnya kulakukan. Aku tidak mau pikiranku mendukung agar iblis melancarkan aksinya semakin mendorongku berbuat dosa.

Di cafe ini kami duduk ada enam orang. Ada kak Nizar, Kak Arsyad, Yumna, Faiq aku dan Zahwa. Tempatku duduk dekat dengan Yumna, disamping Yumna ada Kak Nizar, di sampingku ada Zahwa di samping Zahwa ada Arsyad dan disampingnya Arsyad ada Faiq.

"Gimana ibu perawat, apakah ada agenda yang mau ditambahkan selain yang sudah kita laksanakan selama ini?" bukannya memulai dengan pembukaan yang formal, kak Arsyad yang menjabat sebagai wakil ketua komunitas malah mengejekku. Dan kenapa juga dia yang membuka acara, bukankah ada ketua di sampingnya?

"Mungkin akan ada agenda yang akan ditambah, tapi mohon rapatnya dibuka dengan formal dulu dokter" kataku meniru gaya bicaranya. Semua orang yang ada di sana terkekeh. Kulihat Arsyad puas dengan jawaban yang kuberikan.

Lihat selengkapnya