Bu, Jahit Juga Luka Ku

Marliana
Chapter #2

Komunitas dan Rumah Sakit

Setelah penentuan agenda tambahan, kami akan melakukan evaluasi terkait acara bulan kemarin. Hampir satu bulan acara itu selesai diadakan, dan hari ini evaluasinya baru bisa dilakukan. Itu pun mengangkat penambahan agenda sebagai isi rapat padahal evaluasi belum dilakukan. 

Komunitas PEDULI BACA hanya mempunyai anggota komunitas enam orang saja. Aku tidak tahu alasannya, tapi pernah mendengar ketika kak Arsyad menyinggung soal itu, kak Nizar hanya mengatakan bahwa jumlah kami sudah cukup untuk melaksanakan kegiatan dan untuk mengontrol semuanya.

Diantara kami berenam, hanya aku dan kak Arsyad yang bekerja di bidang kesehatan. Semuanya di perusahaan, kecuali Zahwa karena dia masih menjalani kuliahnya. Tentunya yang paling aku kenali pekerjaannya adalah Yumna, dia bendahara di perusahaan yang bergerak di bidang properti dan kak Nizar sebagai plan manager di Perusahaan itu, perusahaan milik keluarganya. Mereka satu kantor.

Aku masih ikut nimbrung pembahasan evaluasi, sampai meja bergetar, dan kali ini bukan kepala siapa-siapa yang terbentur, tapi ponselku yang bergetar. Dari aku datang ke cafe dan duduk, ponselku memang ku letakkan di atas meja. Aku mengangkatnya dan meminta izin untuk berbicara dengan orang yang menggangu liburku.

"Assalamualaikum, kenapa dokter menghubungi saya sekarang? Kurasa hari ini bukan shift saya." Setelah mengucapkan salam, aku berbicara lebih dulu. Mengatakan alasan dia memanggilku dan sengaja saja ku tekankan alasan itu agar dia sadar bahwa ini hari liburku.

"Sekarang kamu ada di mana?" Yang diseberang tidak menjawab salam saya, kebiasaan. Bukannya menjawab pertanyaan, dia malah melontarkan pertanyaan.

"Sekarang saya ada di cafe Gemana. Lagi ada rapat komunitas." Kalau dia belum peka juga dengan hari libur yang kumaksud, kurasa dia akan peka jika kukatakan sedang rapat. 

Lama menunggu jawabannya, tapi kuperiksa ponselku kalau panggilannya masih berlangsung. "Datang ke rumah sakit sekarang." Suaranya bergetar seperti sedang menahan sesuatu di tenggorokannya. Selanjutnya dia memutus panggilan sepihak tanpa salam. Sekarang aku sadar, alasan apa yang membuat dia menghubungiku di hari liburku.

Aku akan ke rumah sakit, dan sebelumnya akan berpamitan pada mereka semua.

"Maaf, aku harus pergi duluan."kataku berdiri dan langsung mendapat tatapan heran dari mereka semua.

"Hari ini bukan shift kerja kita,kan?" Kak Arsyad malah bertanya tentang pekerjaan. Aku menggeleng. "Ada sesuatu dan lain hal yang harus aku kerjakan. Aku lupa tentang hal itu" kuraih tas selempang yang bertengger di kursiku. Kak Arsyad hanya ber oh ria dan berhenti bertanya.

"Maaf kak, karena tidak menyelesaikan rapat sebelum aku pergi. " aku kembali menyampaikan maaf kepada kak Nizar sebagai ketua komunitas. 

"Tidak kenapa-kenapa, selesaikan dulu urusan yang lebih mendesak."katanya sangat ramah. Coba berikan aku alasan untuk tidak berharap padanya, sebab kalimat positifnya saja bisa membuatku tersenyum sekarang. Senyum simpul yang bahagia tentunya.

"Yumna, aku duluan. Kalau kepalanya masih sakit, kabari aku," aku memeluk sahabatku itu lalu benar-benar melangkah ke parkiran mencari kendaraan ku.

"Faiq, Zahwa, aku duluan."Terakhir kepada kedua orang itu aku berpamitan.

Sekarang hampir jam lima, dan jalanan rasanya semakin padat dengan kendaraan. Buktinya aku sedang berada di motor dengan macet parah di depan. Mungkin karena sekarang adalah jam pulangnya orang yang bekerja.

Duduk di atas motor membuatku kembali pada ingatan dua Minggu sebelumnya. Ketika aku harus memasuki drama yang seharusnya tidak kulakukan dan membuatku sekarang harus meninggalkan rapat komunitas.

Lihat selengkapnya