Berbaring di atas karpet sambil memasang sebuah tenda kecil di depan rumah. Di bawah hamparan bintang-bintang yang berkelap-kelip mengelilingi bulan di langit yang berwarna hitam pekat. Ibu dan Dini begitu bahagia di sana.
"Bu, itu apa?" tanya seorang anak yang berumur lima tahun itu sambil menunjuk benda bulat bercahaya di langit.
"Itu namanya bulan."
"Kita bisa ke sana? Sentuh bulan?" tanya Dini lagi.
"Kalau mau kesana, kita harus pakai roket."
"Besok ibu beliin aku roket ya? Biar kita bisa ke bulan."
Ibu terkekeh, anaknya selalu membuat pertanyaan yang mengejutkan.
"Enggak bisa sayang. Kalau kamu mau naik roket, kamu harus jadi orang yang pandai."
"Oh gitu ya... besok aku sekolah sampai sore ya? Biar cepat pandai," ucap Dini lugu dengan mata yang mulai dikuasai rasa kantuk.
Ibu tertawa kecil sebelum berkata, "Enggak bisa. Di sekolah kan kamu cuma sampai siang. Kalau mau pandai, rajin belajar di rumah," jelas ibu sambil menyentuh hidung anak perempuan manisnya.
"Bu, kapan aku bisa naik roket?"
"Kalau sudah besar."
"Gimana caranya biar cepat besar?"
"Rajin minum susu dan makan sayuran."
"Tapi kan aku gak suka sayuran."
"Kalau mau cepat besar memang harus begitu."
"Aku gak mau jadi besar deh."
"Hahaha, iya sayang, kamu menjadi besar pun ibu akan tetap menganggap kamu anak ibu yang paling manis."
Kemudian Dini terlelap dalam pelukan ibu. Di dalam tenda berwarna biru muda dengan gambar doraemon disekelilingnya itu, mereka beristirahat dan bersiap menjemput esok hari.
Si anak manis itu kini sudah besar. Tapi ia tidak pernah merepotkan. Satu hal yang paling membuat ibu kewalahan adalah pertanyaan ajaib yang selalu keluar dari mulut anak manisnya. Pertanyaan yang kadang membuat otaknya berputar. Tapi ia senang karena anaknya menjadi seorang anak yang dipenuhi rasa penasaran.
Ibu yang baik hati itu bernama Rara. Ia mengalami begitu banyak hal hal pahit yang harus ia hadapi sendiri. Hingga hari ini, ia masih harus mengurus anaknya sendirian. Tanpa siapa-siapa yang membantunya bahkan kedua orang tuanya. Dini adalah satu-satunya alasan yang membuatnya bertahan sampai sekarang. Kehadiran anak itu dibenci oleh orang sekitar tapi tidak baginya. Anaknya tetap anaknya. Yang akan mendapat kasih sayang sampai kapan pun.
***
Pagi hari, di tengah meja sarapan, ibu dan Dini memakan masakan Bi Santi-asisten rumah tangga mereka-di atas meja. Dini memakan ayam goreng dengan lahapnya. Dengan mulut yang mengunyah, ia tidak berhenti bicara.
"Bu, hari ini aku belajar menggambar ya?"
"Ini hari selasa. Kamu belajar menggambar itu hari kamis."
"Emang beda ya bu?"
"Beda sayang, hari selasa itu waktunya kamu olahraga. Kalau hari kamis baru kamu menggambar. Kamu ingat kan nama-nama hari itu apa aja? Senin... selasa... rabu..."
"Kamis... jum... jum..."
"Jumat... sabtu... satu lagi?"
"Minggu."