Dini tujuh tahun.
Dini sudah masuk sekolah dasar. Dia duduk dibangku kelas satu. Ia masih seorang yang sibuk dengan rasa penasaran dalam kepalanya. Banyak pertanyaan semacam kenapa ini begini, kenapa begitu, bolehkah jika begini, bolehkah jika begitu, dan macam macam pertanyaan lain.
Disekolah dasar, Dini tetap tidak suka ditunggui. Ia ingin belajar sendiri. Jika ia butuh bantuan, ia akan minta gurunya. Tidak seperti anak anak lain yang akan merengek pada ibunya yang akhirnya merepotkan.
Hari ini, disekolah bu guru mengajarkan soal cita cita. Bu guru memberitahu bahwa cita cita itu adalah ketika sudah besar kita ingin menjadi apa. Semua murid menjawab beragam. Ada yang ingin menjadi dokter, polisi, pilot dan banyak lagi. Sementara itu, dibangku ketiga, seorang perempuan manis menjawab dengan tegas dan berbeda dengan teman temannya.
"Dini mau jadi astronot, Bu. Dini mau pergi ke bulan sama ibu Dini," ucap Dini polos.
***
Karena Dini yang disekolah selalu sendiri tanpa diantar oleh ibunya seperti anak anak lain, beberapa orang tua mulai banyak membincangkannya. Ketika semua anak sedang belajar dengan tekun, para orang tua sibuk berbincang sana sini.
"Itu ibunya kemana ya? Kok anaknya dibiarin gitu aja sendirian," ujar si ibu dengan rambut pendek digerai.
"Anak yang mana bu?" tanya si ibu berkerudung dengan peniti dibawah dagu.
"Itu lho bu. Anak yang namanya Dini itu. Dia cuma diantar sama ART nya, terus ditinggalin gitu aja."
Semua percakapan itu berlangsung panjang. Timbul banyak opini diantara mereka. Mulai dari Dini yang bukan anak kandung, orang tua yang hanya mengejar harta dan tidak peduli pada anaknya, semua opininya buruk. Tidak ada yang baik sama sekali.
Sampai pada jam pulang, ketika Bi Ani datang dan hendak menjemput Dini, seorang ibu langsung bertanya, "Bu, kok anaknya dibiarin sendirian? Ibunya kemana?"
"Ibunya kerja Bu. Dan yang minta biar ditinggalkan memang Dini sendiri bu. Saya juga sudah minta biar saya menunggu, tapi anaknya gak mau."
"Bi, ayo kita pulang!" ajak Dini menyela obrolan antara Bi Santi dan para orang tua.
Obrolan itu tidak cukup sampai disana. Ketika alasan kenapa Dini tidak ditunggui oleh orang tua sudah terjawab, dihari hari berikutnya timbul gosip yang mencuat perihal kenapa ayah Dini tidak ada. Tak jarang beberapa dari orang tua itu menanyakannya langsung pada Dini.
"Nak, ibu kamu kan kerja, kalau ayah kamu kemana?" tanya seorang ibu yang entah apa alasannya.
"Kata ibu, ayah pergi," jawab Dini.
"Pergi kemana?"
"Gak tahu."
"Kenapa ayah kamu pergi? Kok dia ninggalin kamu sama ibu kamu? Apa dia gak sayang sama anaknya?" cecar ibu berkrudung dengan dempul putih dan gincu merah. Ia bertanya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Seketika Dini menangis kencang dan terisak. Bu guru yang melihat itu langsung menghampirinya dan mengajak Dini masuk.
Sepulang sekolah hari itu, Dini murung. Bi Santi pun tidak mengerti akan sikap Dini yang tiba tiba jadi begitu. Saat ditanya, Dini hanya menjawab singkat dan malas.
"Aku gak suka sama ibu lain."