Buatlah Aku Terjaga

ida hidayat
Chapter #1

Empat pria payah

Tok tok tok.

Pintu rumah di ketok."Ben! Benn! Bangun woi! Kerja, kerja!!""

Iya iya" jawabku.

Pening kepalaku, sepet mataku, pada sakit seluruh badanku.


Tadi malam aku tertidur jam setengah satu dini hari. Semalaman bergantian antara main game, menonton video keagamaan, pemandangan indah dari berbagai negara, kelakuan aneh manusia zaman sekarang, juga upaya manusia demi tampil cantik.


Kebanyakan dari mereka melakukan operasi plastik. Karena dompet mereka tebal juga demi tampil memukau di layar kaca mereka melakukan itu semua. Hasilnya memang bagus, cantik seperti yang diharapkan. Itu baru mereka dapatkan setelah paling sedikitnya enam bulan menahan sakit serta bengkak di sana sini.


Permainan yang paling aku sukai permainan kartu. Walau sering kalah sampai nol banget koinnya aku gak menyerah. Dicoba dan dicoba terus-terusan. Fokus terkuras ke situ semua.


Tok tok tok!!!


"Loe udah bangun apa belom sih, Ben?"


Aku terhuyung-huyung mendekati pintu. Membukakan pintu untuk si cerewet merepet Aldi.


"Ngapain aja loe semalem. Susah bener dibangunin." Aldi menggerutu, tatapannya jelas kurang suka kelakuanku.


Aku gak peduli. Memang setiap dia menatap selalu begitu.


Aldi menghempaskan badan di kursi tempatku tidur tadi.


"Bau banget rumah loe." Aldi manyun, menutup hidung dengan bibir atas.


"Kayak wangi aja rumah loe." Ucapku sambil berjalan menuju kamar mandi.


Letak kamar mandi di luar rumah. Sebelum sampai di sana, aku melewati tumpukan barang sisa proyek. Ada pecahan keramik, potongan besi, hermes, internit, kapak butut, cangkul gagang patah, gir belakang motor dan lain-lain. Kesemuanya teronggok tak beraturan diselimuti debu. Tikus sering lewat di sana. Bercicit-cicit menyebalkan.


Kakiku tersandung potongan besi, sakit sekali.


"Nah loe!" Ucap Aldi. Kaget, sekaligus nyukurin. "Kebanyakan barang sih loe. Mending ada gunanya. Lah ini, rongsokan semua. Kagak minat loe jual ke tukang loak?"


"Hah, berisik loe."


Aku kurang senang dengan ucapan Aldi. Ini barang akan ada gunanya nanti. Ya. Nanti. Suatu saat nanti.


Kami berjalan menuju tempat kerja. Kebetulan, proyek tempat kami bekerja tak jauh dari rumah. Sekitar setengah jam kami sampai di sana. Dan itu sangat cukup mata kami termanjakan dengan wajah-wajah segar cantik berseri-seri siswi SMU. Kami gak tahu nama mereka masing-masing. Kami terlalu malu untuk berkenalan karena asti mereka akan menghindar, berjalan lebih cepat, bahkan sangat mungkin mereka lari. Hanya bisa terus menatap dan begitu salah satu mereka balas menatap dengan tatapan kurang senang kmi segera menunduk atau melengos ke arah lain.


Usiaku 25 tahun, Aldi 27 tahun. Sama-sama hitam legam, kering meranggas. Suasana proyek memang seringnya bermandi sinar matahari. Disapu debu, semen, sambil mengangkat mengangkut barang-barang berat. Sungguh tidak menyenangkan.

Lihat selengkapnya