Buatlah Aku Terjaga

ida hidayat
Chapter #3

Mimpi jadi nyata

Tok tok tok!!!


Suara itu mengambang, bergulung-gulung di kepalaku. Untuk sesaat, aku tidak mengenali bunyi apa itu. Kegelapan masih menyelimuti diriku saat ini. Ditambah rasa sakit yang perlahan mulai menyiksa. Rasanya aku tak ingin bangkit dalam keadaan sekarang. Biarlah aku tetap seperti ini, daripada harus menyaksikan sesuatu yang mengerikan menurut mataku.


Tok tok tok!!!


Bunyi iti berulang kembali. Terasa lebih kasar sekarang. Mungkin sesuatu, penyebab bunyi itu mulai kesal karena tak ditanggapi. Perlahan aku membuka mata.


"Hah!!! Apa ini!!??" 


Seonggok kayu menancap di perutku. Sontak aku merasakan sakit yang teramat sangat. Seolah baru tersadar tentang rasa yang seharusnya aku rasakan. Ya. Sakit, kesakitan. Seharusnya itu yang aku rasakan sedari tadi. Tapi dari mana asalnya tunggul kayu ini?? Apa mungkin ada orang masuk dan menusukan tunggul kayu ini ke perutku. Kalau pun iya. Masa iya dia mau repot membawa tinggul kayu segini besarnya. Kenapa bisa dia sejahat itu?? Aku tak punya musuh seorang pun. 


Tok tok tok!!!


"Ben!!! Loe udah bangun kan?? Kebiasaan banget loh. Tidur loe kebo banget."


Suara itu milik Aldi. Meski di tengah berdentam-dentam alunan musik diskotik, tetap aku bisa mengenali suara itu. Dengan suara parau, aku membalas sahutan Aldi.


"Al. Loe masuk aja. Dobrak aja pintunya. gua nggak kuat bangun." Perlu usaha keras aku mengucapkannya. Entah Aldi dengar atau tidak.


"Ben!! Loe masih idup, kan?" 


"Loe dobrak pintunya Al. Gua gak bisa bangun."


"Apa?? Gak salah denger nih gua. Loe nyuruh dobrak ni pintu."


"Iya. Loe dobrak aja. Cepetan!!"


"Makin butut aja dong, rumah loe. Emang kenapa sih, loe?? Kok, gak mau bukain pintu."


"Cepetan. Sebelum gua mati. Apa loe lebih seneng liat gua mati."


"Ya udah. Gua dobrak nih. Jangan salahin gue ya, kalo rumah loe malah roboh semua. Hahah"


Masih sempat-sempatnya ini orang ketawa. Padahal berani sumpah, ini sakit banget


Brak!!!


Pintu ditabrak dengan keras. Wajah Aldi muncul, dan langsung terperangah. Aldi menyaksikan pemandangan mengerikan di hadapannya. Tergesa-gesa, Aldi menghampiriku, memegang bahuku perlahan seolah takut bahuku pecah.


Lihat selengkapnya