Tak pernah kuduga waktu berjalan begitu cepat,hari ini adalah hari pernikahannya,aku masih duduk menatap kaca rias sambil memandang kepala yang tak lagi terdapat sehelai rambut,aku tersenyum melihat keadaanku yang sekarang,kurindukan rambut panjang yang sering ku gerai.Dalam kesunyian aku mengingat bagaiman aku selalu membayangkan bahwa nanti akan menjadi pengantin dan bersanding bersama Damar,lalu dengan gagahnya ia akan mengenggam tanggan ayahku dan akan menyebutkan namaku dengan lantang untuk menjadikanku sebagai istrinya.Tapi itu hanya mimpi dalam angan dan mimpi-mimpiku,kami tak bisa bersama untuk sekarang.
Saat aku masih sibuk melamun menatap kaca,tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku,dan saat ku buka kudapati Dimas sedang berdiri mengenggam tangan Karina yang tersenyum manis kearahku.
"Ibu cantik dengan gaun biru itu." Memujiku dengan senyum lebar.
"Oh benarkah,anak Ibu juga sangat cantik dengan gaun merah muda itu." Mengelus lembut bahu Karin.
"Oh iya,ternyata Ibu cantik juga ya dengan rambut panjang itu."
"Sekarang anak Ibu sudah pandai memuji ya."
"Kak,sudah waktunya kita pergi." Kata Dimas mengingatkanku tentang acara yang kami akan hadiri.
"Kalau gitu kita berangkat sekarang."
Saat berjalan menuju keluar rumahDimas menarik tanggan ku untuk bertanya tentang keputusan besar menghadiri acara pernikahan ini.
"Kak,tunggu sebentar,Kakak Yonna yakin akan datang acara pernikahan Kak Damar hari ini???."
"Iya Kakak yakin,tenang saja Kakak akan baik-baik saja." Tersenyum membelai bahu Dimas.
Di perjalanan,Karin bertanya tentang siapa yang akan kami hadiri pernikahannya.
"Ibu,siapa yang akan menikah hari ini??."
"Sahabat Ibu sayang."
"Jika Dia sahabat Ibu,mengapa Ia tak menikahi Ibu saja???.Bukannya Ibu pernah bilang sahabat adalah orang yang paling mengerti kita,dan Ibu bilang ketika seseorang yang akan menikah adalah orang yang saling mengerti,jadi mengapa Ibu tak bersamanya???."
"Sayang,tak selamya jika kita bersahabat kita harus menikah dengan sahabat kita,sahabat Ibu tidak mencintai Ibu,bagaimana bisa Ia akan menikahi Ibu."
"Tapi,jika Ia yang tak mencintai Ibu,apa Ibu pernah mencintai sahabat Ibu???."
Mendengar pertanyaan dari Karina,membuatku binggung untuk menjawab pertanyaannya,aku takut ini akan sulit untuk dimengerti.Oleh karena itu aku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan tentang pernikahan Damar.
"Sayang,bukankah kau kemarin ingin membeli boneka???."
"Iya Bu,Karin ingin membeli boneka???."
Mendengar perkataanku,menatapku dengan wajah datar.
"Mengapa Kakak harus menyakiti diri Kakak untuk berkali-kali,hingga Kakak harus datang ke Indonesia hanya untuk menyaksikan pernikahan dari pria yang pernah menyakiti Kakak."
"Dimas,tolong hargai keputusan Kakak."
Tak lama,mobil yang di kendarai Dimas berhenti di sebuah masjid besar.
"Ibu,pernikahanya disini ???."
"Iya sayang,ayo turun."
Saat memasuki halaman masjid kumelihat teman-teman lama saat SMP dan SMA,mereka yang mengeanlku menatap heran sekaligus,mereak mulia bergunjing tentangku yang tiba-tiba datang bersama seorang gadis kecil yang ku genggam tanggannya.Namun aku tetap saja berjalan memasuki runagan masjid yang indah,didalamnya telah terdapat sebuah meja kecil yang dihiasi kebahagiaan,tak lama kemudian rombongan dari pihak pria datang memasuki ruangan masjid,aku yang duduk di belakan para tamu undangan menatap wajah pria yang berjalan paling depan dengan pakaian pengantin yng melekat pada tubuhnya,tak ku lepas pandangan menatap setiap detail wajahnya,wajah yang tak pernah ku lihat setelah bertahun-tahun lamanya.Tanpa sadar aku mulai tersenyum dan sedikit meneteskan air mata,hal itu membuat Karin yang berada disampingku kebingungan.
"Ibu menapa tersenyum dan kemudian menanggis???."
"Apa kau tauh sayang,ini adalah tanggis kebahagiaan."
"Mengapa Ibu menanggis jika Ibu bahagia???."