Bucin

Sergio Purba
Chapter #2

π•°π–•π–Žπ–˜π–”π–‰π–Š#2 : π•Άπ–Šπ–˜π–Šπ–’π–•π–†π–™π–†π–“

"maafkan aku nona,aku berusaha menghindari seekor kucing tadi dan tak sengaja menyebabkan semua ini" rasa bersalah tergambar jelas di raut mukanya, beberapakali lidahnya berdecit kata maaf terus-menerus diucapkannya sebelum ia pergi dan mengecek motornya. Aku masih mencoba menyelamatkan bunga itu menggantinya dengan pot lain yang kebutuhan ada di kebun. Bunga itu sangat berharga karena itu mengingatkanku tentang nenek.

Aku tak mempedulikan ia yang sedang sibuk mengecek motornya, aku takut sekali kalau bunga ini akan mati, tiba-tiba kepalaku ditutupi oleh sebuah kain. " Hei ,ini hujan nanti kamu sakit" pria itu ternyata melepas jaketnya aku terkejut sesaat dan memandangnya.

"Namaku vino ,salam kenal" ucapnya sambil mengulurkan tangan,

"Rihanna panggil saja Anna "ucapku sambil membalas uluran nya, tangannya begitu hangat entah kenapa aku merasa begitu nyaman.

"Emmmm.... Mengenai pagar rumahmu aku akan mengganti biaya perbaikannya" Vino mengeluarkan KTPnya.

"KTP ini bisa jadi jaminan kan supaya kamu percaya aku tidak kabur? " Aku menerima sambil mengangguk.

"Punya WhatsApp? Supaya kau bisa menghubungi ku kalau semuanya sudah beres ....sekali lagi maaf ya "

Aku menganggukan kepala dan menyebutkan 12 digit nomor.

"Nanti hubungi aku ya dan maaf juga aku sedang terburu-buru " ya pergi dan berlalu sepeda motornya tidak mengalami kerusakan parah hanya kaca spion bagian sayap depan yang pecah aku melihatnya menghidupkan mesin,menyempatkan diri untuk memberiku senyum perpisahan dan segera melaju pergi.

Pertemuan itu begitu singkat tapi aku merasa ada sesuatu yang berbeda, ya aku merasakannya namun lagi-lagi logikaku berusaha untuk menepis semuanya. Dalam hati aku bertanya apakah yang terluka? Apakah ia baik-baik saja? Dan juga, ada apa dengan perasaanku?.

14 Juni 2020.....

π•½π–Šπ–“π–π–†π–“π–† π–šπ–“π–™π–šπ– π•―π–Šπ–˜π–ˆπ–”π–“π–”π–ˆπ–Žπ–‰π–†

π•Άπ–Šπ–™π–Žπ–π–† π–˜π–†π–“π–Œ π–†π–“π–Œπ–Žπ–“ π–’π–šπ–‘π–†π–Ž π–’π–Šπ–“π–†π–—π–Ž-π–“π–†π–—π–Ž π–‰π–Žπ–™π–šπ–‡π–šπ–π–π–š π–π–šπ–™π–šπ–‘π–Žπ–˜π–π–†π–“ π–π–Šπ–Œπ–šπ–“π–‰π–†π–π–†π–“ π–Žπ–“π–Ž .

𝕾𝖆𝖆𝖙 π–˜π–Šπ–’π–šπ–†π–“π–žπ–† π–™π–Šπ–—π–π–Šπ–’π–•π–†π–˜π–π–†π–“ π–”π–‘π–Šπ– π–‰π–Šπ–—π–šπ–“π–žπ–†π–“ π–žπ–†π–“π–Œ π–‰π–†π–π–˜π–žπ–†π–™.

π•―π–†π–šπ–“-π–‰π–†π–šπ–“ π–’π–Šπ–“π–π–†π–‰π–Ž π–‘π–Žπ–†π–— π–‡π–Šπ–—π–™π–Šπ–—π–‡π–†π–“π–Œπ–†π–“ π•¬π–œπ–†π–“ π–π–Žπ–™π–†π–’ π–‡π–Šπ–—π–†π–—π––π– π–’π–Šπ–“π–žπ–†π–•π–š π–π–Žπ–“π–Œπ–Œπ–†π–“π–žπ–† π–˜π–Šπ–“π–π–†.

π•Ύπ–†π–“π–Œ π–’π–†π–Šπ–˜π–™π–—π–” π–’π–šπ–‘π–†π–Ž π–’π–Šπ–’π–†π–Žπ–“π–π–†π–“ π–˜π–Žπ–’π–‹π–”π–“π–Ž π–π–†π–‘π–Žπ–‘π–Žπ–“π–™π–†π–—π–“π–žπ–†.

π•Ίπ–—π–†π–“π–Œ-π–”π–—π–†π–“π–Œ π–‡π–Šπ–—π–‘π–”π–’π–‡π–† π–’π–Šπ–“π–ˆπ–†π–—π–Ž π–™π–Šπ–‰π–šπ–. π•Ώπ–Šπ–™π–†π–•π–Ž π–†π–π–š π–’π–Šπ–“π–Šπ–’π–šπ–π–†π–“ π–‰π–Žπ–—π–Ž π–™π–Šπ–—π–˜π–Šπ–˜π–†π–™ π–‰π–Ž 𝖉𝖆𝖑𝖆𝖒 π–—π–Šπ–“π–π–†π–“π–†

Cahaya menyilaukan itu perlahan menghilang aku mencoba memberanikan diri membuka mata dan alangkah terkejutnya aku saat menemukan aku sedang mengendarai sepeda motor.

"Ini dimana ?bukankah tadi aku sedang berada di dalam kamar ? " Aku menatap sekeliling dan mencoba mengenali tempat yang terasa tak asing ini, ditemani oleh rintik hujan dua dan tiga bangunan terlewati saat itu aku menyadari.

"Bukankah ini jalan ke rumahku?" Suara klakson mobil dari arah belakang terdengar marah, mobil itu melaju mendahuluiku, tak lama mobil lain ikut mengeluarkan klakson dan baru kusadari aku bergerak lambat di jalur cepat.

"Astaga Anna" batinku , aku buru-buru mengarah ke jalur lambat, untuk mengkaji apa yang telah terjadi dengan diriku tetapi seekor kucing hitam berkelebat melewati depan motor, dan spontan aku membanting stang ke arah kiri, motor tak dapat dikendalikan dan akhirnya...

Buakk... Aku menabrak sebuah pintu pagar besi, motorku tertahan di depan pintu sedangkan diriku terjungkir balik ke arah pekarangan rumah . kaki ku rasanya sakit, tubuhku ngilu semua, bokong ku perih seperti menimpa pecahan sesuatu. Aku meraba-raba tubuhku, Untung saja tidak terluka parah

"Hei kau gila ya" suara wanita yang terasa familiar dari dalam rumah membentak dan saat itu juga aku seperti disambar oleh jutaan volt listrik, jantungku berdegup kencang, logikaku serasa tumpul, aku tidak mempercayai apa yang dilihat oleh mata ku bukankah wanita itu diriku?. Apa yang telah terjadi? Bukankah aku sedang duduk di sini? Lalu dia siapa?.

Kulihat Diriku yang lain berlari menuju ke arahku, aku tak menghiraukannya dan lebih memilih menuju arah motor, aku membuka pintu pagar besi itu dan segera mengarahkan wajah ke arah spion.Saat membuka helm semuanya nya terasa bagai ilusi.

Lihat selengkapnya