Sempat ditinggalkannya Haira akhirnya menemui dunianya lagi. Dunia yang menampakkan terang. Tiada lagi gulita yang sedari tadi menyekap pandangan matanya. Secara berangsur kesadaran dirinya pulih kembali.
“Masih hidup ternyata ...,” gumamnya saat perlahan beranjak dari posisi terlentang di lantai. Lalu duduk dengan kedua kaki ditekuk, dilanjutkan diam memangu.
Tampaknya ia hendak memulihkan tenaganya, selain tengah mengingat-ingat kembali. Kepalanya kemudian celingak-celinguk. Sorot matanya memindai semua sudut-sudut di ruang tempatnya berada sekarang. Belum berubah rupanya. Dirinya masih tetap berada di lantai tiga Gedung Nusantara II, tepatnya di Ruang Sidang Paripurna DPR RI.
Tadi ketika melintas di Jl. Gatot Subroto, dirinya beroleh laporan aksi penyerangan ke Gedung Nusantara II. Lekas ia membelokkan mobilnya ke Kompleks Parlemen Senayan. Menjadi polisi Sat Reskrim pertama yang berhasil masuk Gedung Nusantara II, ia langsung terlibat baku tembak dengan kawanan badut bersenjata. Terus berlanjut sampai ia hilang sadar di Ruang Sidang Paripurna DPR RI.
Ruang Sidang Paripurna DPR RI kondisinya kini porak-poranda. Sangat berantakan! Sungguh tak layak lagi disebut ruang kerja kaum elit negeri. Lebih menyerupai bekas lokasi perang antar gangster, di mana semua sudut menampakkan barbar. Ketika bola matanya menemukan sepucuk revolver di lantai─cuma berjarak setengah meter darinya, jemari tangan kanannya lantas memungutnya. Revolver yang kerap menemaninya selama bertugas sebagai polisi Sat Reskrim, Taurus 38 Special.
“Lumayan, masih sisa lima biji,” desisnya usai memeriksa sisa peluru di revolver miliknya. Sedangkan dirinya tak memiliki cadangan peluru lagi.
Di lantai selongsongan peluru berserakan di mana-mana. Lubang-lubang menganga tercipta di sekujur dinding-dinding ruangan. Seperti menegaskan kalau memang pernah terjadi aksi baku tembak seru di sini. Paling tidak ia mendapatkan sembilan mayat bersimbah darah. Semuanya tergelimpang di lantai. Bau amis darah menyengat indera penciumannya.
“Pahaku tertembak,” ucapnya pelan saat tak sengaja menoleh ke celana panjangnya. Sebuah lubang menampak pada paha kiri celana panjang yang dikenakannya. Tiada reaksi berlebih. Ia sekedar ringan menanggapinya. Bekas noda darah yang mengering mengelilingi lubang tersebut.
Bukan hanya paha kirinya saja ternyata. Ia menyadari bila dada sebelah kanan mengalami nasib serupa, tertembus peluru. Seragam polisi yang dikenakannya berlubang di bagian sana. Peluru juga menembus bra di balik seragam polisinya. Kulit payudaranya terlihat dari lubang seukuran biji kelereng. Sama seperti di bagian paha kirinya, bekas noda darah yang mengering terlihat pula di area sekitar lubang.
Merasa tenaganya pulih kembali ia kemudian beranjak berdiri. Tetapi, seketika dirinya malah mangu. Bola matanya mendapatkan satu mayat lagi. Uniknya, mayat yang menempelkan hidung badut warna merah di wajah itu sedang duduk di kursi.