Budak Cacing

Omius
Chapter #4

Bisikan Intuisi

Usai menghabisi militan berbaju petugas kebersihan, lift yang dimasuki Haira kemudian tiba di lantai satu. Sama dengan lantai-lantai lainnya, suasana di sini tetap porak poranda dan berdarah-darah. Malah menurutnya, mayat yang bergelimpangan di lantai satu ini paling banyak. Di depan meja resepsionis saja dua orang petugas keamanan tewas menelungkup di lantai. Tiga puluh satu mayat lainnya juga berserakan dengan berbagai macam posisi.

Ternyata polisi sudah berdatangan di Gedung Nusantara II. Dari kaca jendela lantai satu yang memanjang di dekat pintu keluar, ia menyaksikan rekan-rekan sejawatnya di luar sana tengah dalam kondisi siaga tempur. Anehnya, mereka semua hanya mengepung Gedung Nusantara II. Belum tampak tanda-tanda akan segera dilakukan penyerbuan ke dalam. Termasuk Tim Densus 88 antiteror yang baru saja tiba.

Keengganan polisi menyerbu masuk ke dalam Gedung Nusantara II mengundang pendapatnya. Kelihatannya memang telah terjadi kesepakatan dengan kawanan badut bersenjata. Barangkali pemerintah gamang dikarenakan korban sandera adalah elit-elit politik.

Kesepakatan apa? Ia sendiri tak tahu, termasuk keberadaan badut-badut brutal yang sepertinya tengah bersembunyi.

Badut-badut itu tinggal bersisa tiga, atau paling banyak lima orang lagi. Mereka masih berada di dalam dan bersiap-siap keluar. Sepertinya mereka akan dibebaskan keluar sesuai kesepakatan dengan pemerintah. Enak saja, sudah bunuh orang terus pamit pulang ke rumah masing-masing!

Mengambil tempat menunggu di belakang meja resepsionis, ia berencana menyergap para militan saat keluar dari lift. Ia tak bisa membiarkan badut-badut gila itu berlalu begitu saja. Tangan-tangan mereka terlampau belepotan darah beroleh izin pergi darinya.

Betapa dirinya tak mau tahu andai benar telah terjadi kesepakatan antara pemerintah dan para militan. Baginya, setiap pelaku teror yang sudah merengut banyak nyawa tak layak dibiarkan begitu saja. Masa bodoh dirinya nanti terancam dipecat, atau malah dihukum atas tindakan sesuka-suka hatinya ini. Ia memang sudah terlampau geram. Di matanya, aksi kawanan badut bersenjata sudah melewati barbar.

Ngiiing ....!

Baru belasan detik duduk lesehan di lantai di belakang meja resepsionis, mendadak ia dikejutkan oleh satu suara. Nyaring dan mendenging sekali. Serasa menyanyat-nyanyat gendang telinganya. Dirinya sampai dibuat meringis kesakitan.

Dari mana denging suara itu? Ia sungguh tak tahu asal muasalnya. Tak mungkin berasal dari peralatan sound system yang mengalami feedback. Ia paham seperti apa bunyi gangguan pada sound system. Intensitas suaranya tak bakalan sekuat ini.

Bukan makin berkurang, intensitas denging suara justru semakin meninggi. Padahal kedua tangannya telah menutup rapat-rapat telinga. Malah sekarang ia merasakan pusing yang hebat di kepala. Dunia di hadapannya serasa berpusar-pusar. Perutnya langsung mual. Terpaksa ia mengatupkan kelopak matanya.

Lihat selengkapnya