Bukan Anak Pertama

Novita Ledo
Chapter #3

#3

Meskipun malam itu terasa hangat bagi Dewi, bayangan konflik tak lama kemudian kembali menghantui. Seiring dengan keberhasilan Dewi memenangkan lomba sains, perhatian orang tua mulai terbagi. Hal itu tak luput dari pandangan Mirna. Ia yang biasanya menjadi pusat perhatian, mulai merasa posisinya terancam.



---


Beberapa hari kemudian, di ruang keluarga, Mirna tampak sedang berbicara dengan Ibu tentang penampilannya di acara seni sekolah. Namun, ketika Bapak masuk dengan membawa selebaran yang menunjukkan pengumuman lomba tingkat provinsi untuk proyek penelitian Dewi, pembicaraan itu terhenti.


"Bapak baru dapat info ini dari guru kamu, Dewi. Kalau kamu ikut, ini bisa jadi kesempatan besar," ujar Bapak sambil tersenyum tipis, meskipun tanpa sepenuh hati.


Dewi mengangguk perlahan. "Aku akan coba, Pak."


Namun, reaksi Mirna terasa berbeda. Ia memandang Dewi dengan ekspresi datar, tetapi mata itu memancarkan sesuatu yang sulit diartikan—kekecewaan atau mungkin, rasa terancam.


"Hebat, ya, Dewi. Sekarang kayaknya semua perhatian untukmu," Mirna berkata, nadanya terdengar tajam.


Ibu menoleh dengan kaget. "Mirna, kenapa bicara seperti itu?"


"Tidak apa-apa, Bu," jawab Mirna sambil berdiri. "Aku cuma merasa mungkin sekarang aku nggak sepenting itu lagi." Ia berjalan menuju kamarnya, meninggalkan suasana canggung di ruang keluarga.



---


Di kamar, Mirna duduk di meja belajarnya dengan ekspresi penuh emosi. Ia merasa frustrasi, bukan hanya karena perhatian yang mulai bergeser, tetapi juga karena rasa iri yang tak dapat ia kendalikan. Selama ini, ia terbiasa menjadi yang terbaik, menjadi kebanggaan keluarga. Kini, Dewi mulai menggeser posisinya.


"Kenapa tiba-tiba Dewi bisa seperti ini? Dia bahkan nggak pernah sehebat ini sebelumnya," gumam Mirna pada dirinya sendiri.


Dalam pikirannya, Mirna merasa bahwa keberhasilan Dewi adalah ancaman. Ia merasa harus membuktikan bahwa ia tetap yang terbaik. Ia mulai memikirkan cara untuk kembali merebut perhatian itu.



---


Sementara itu, Dewi merasakan ketegangan di antara mereka. Ketika di sekolah ia mendapat selamat dari teman-temannya atas keberhasilannya, di rumah suasana dengan Mirna semakin dingin. Mirna mulai menjauh, bahkan menghindari berbicara langsung dengan Dewi.


Dewi mencoba untuk mengabaikan hal itu, tetapi suatu malam, ketika ia sedang mempersiapkan bahan untuk lomba tingkat provinsi, Mirna masuk ke kamarnya dengan wajah serius.


"Dewi, aku mau bicara," kata Mirna tanpa basa-basi.


Dewi meletakkan pena di tangannya. "Ada apa, Kak?"


Mirna mendekat, lalu duduk di kursi sebelah meja Dewi. "Kamu tahu, kan, aku nggak suka kalah? Dan aku rasa, kamu sengaja mengambil semua ini dariku."


Lihat selengkapnya