Bukan Ayat-ayat Cinta

Nikmatul Choeriah
Chapter #5

Bab 5

Sudah seminggu, Ponidi bekerja di SMA IT Generasi Soleh. Sahabat Nabila itu merasa bahagia dan betah bekerja di tempat itu, semua orang menghargai dan memperlakukannya dengan baik.

"Mas Pon, nanti saya pulang telat karena ada kegiatan ROHIS di sekolah. Tolong sampaikan ke bapak dan ibu, Mas Pon," sapa Nabila saat Ponidi tengah sibuk membuat minuman untuk para guru di dapur sekolah.

"Iya Bil, nanti tak sampaikan sama bapak dan ibu."

"Oh ya, Mas Pon ini ada bingkisan kue, tolong kasih ke mbah Rejeb ya." Nabila mengeluarkan kantung plastik putih berisi kue kepada Ponidi dan ia menerimanya sambil tersenyum.

"Makasih ya."

"He-eh." Nabila membalas senyum sahabatnya itu, ia lega Ponidi sudah banyak berubah.

"Assalamu'alaikum, Bu." Dua orang siswa dan dua orang siswi menghampiri Nabila. Mereka adalah anak-anak didiknya yang mengikuti kegiatan ROHIS.

"Wa'alaikumussalam, ada apa anak-anak?"

Seorang siswi mengulurkan amplop panjang pada Nabila.

"Ini Bu, kita dapat undangan seminar dari pesantren Darul Muttaqin."

"Oh ya? Bagus itu, bisa menambah wawasan kita." Nabila membuka amplop tersebut dan membacanya. "Tanggal 29 Februari 2020. Oke, kita siap." 

Dan anak-anak pun tersenyum bahagia karena sang pembina ROHIS juga akan ikut serta dalam seminar ini.

Ponidi berjalan ke parkiran sekolah sambil menenteng bingkisan yang di berikan Nabila dengan pikiran bahagia bahwa neneknya akan makan kue pemberian dari Nabila. Baginya, kue itu merupakan makanan orang kaya.

"SETOP!" Seseorang menghentikan laju motornya di parkiran sekolah dan ia merasa terkejut melihat siapa orang itu. Dengan wajah yang merah padam, orang itu melihat Ponidi. "Tidak saya sangka ternyata kamu itu maling."

"Maaf Pak Saefudin, kenapa Bapak bilang seperti itu sama saya?" Ponidi terkejut kenapa orang yang baik di hari-hari pertamanya ia bekerja menuduhnya seorang maling.

"Itu! Bingkisan itu, bukankah milik ibu Nabila? Kenapa bingkisan itu sampai di tangan kamu? Kamu pasti mencurinya."

"Bingkian ini memang punya ibu Nabila, tapi ia sudah memberikannya pada saya."

Mereka berdua bertengkar sampai tak menyadari bahwa Nabila sedari tadi memperhatikan mereka dan pak Saefudin masih tak percaya dengan perkara Ponidi. "Mana ada maling yang ngaku."

"Berhenti menuduh saya Pak!" Ponidi mulai berang melihat sikap pak Saefudin yang angkuh, dengan bertolak pinggang pak Saefudin mencoba menekan Ponidi.

"Saya tahu kamu bukan saudara ibu Nabila, kamu itu cuma cucu pembantunya!"

"Diam!" Nabila menghampiri pak Saefudin dan lelaki itu kaget kebingungan. "Bapak tidak boleh berlaku semena-mena, apalagi terhadap orang yang tidak berdaya. Saya tidak menyangka Pak Saefudin bersikap seolah tak mengerti tentang aturan agama."

"Tapi Bu, lalu bagaimana bisa bingkisan yang saya berikan untuk Ibu ada padanya, kalau itu bukan mencuri namanya?"

"Pak. Bapak itu jangan asal tuduh, bingkisan itu saya berikan untuk Pak Ponidi."

"Apa? Bingkisan sebagus itu ibu berikan pada dia? Dia itu nggak pantas Bu."

Lihat selengkapnya