Bukan Ayat-ayat Cinta

Nikmatul Choeriah
Chapter #12

Bab 12

Nabila menunggu Gus Salim bersama bapak dan ibunya di ruang tamu. Ia telah berjanji membelikan makanan yang spesial untuk Nabila. Suara deru mobil terdengar di halaman dan Nabila mengira itu suara deru mobil Gus Salim yang pulang membawa makanan spesial untuknya, tapi setelah ia melihat keluar pintu ternyata bukan Gus Salim. Yang datang melainkan ada berbagai orang yang turun dari mobil tersebut, dua orang perempuan muda, satu lelaki seumuran Gus Salim dan yang satu lelaki tua yang bersorban layaknya ustad atau kyai.

"Bu, ada tamu...," kata Nabila setengah berbisik. "Sopo?" tanya bu Haji Kartono. "Nggak tahu, Bu," jawab Nabila pelan. 

"Pak ada tamu, kata Nabila...." Bu Haji Kartono berbisik pada suatu suaminya yang tengah mengotak-atik ponselnya.

"Siapa?"

"Ndak tau."

Keempat tamu itu berjalan menuju pintu rumah pak Haji Kartono.

"Assalamu'alaikum." Tamu-tamu itu memberi salam secara bergantian. 

"Wa'alaikumussalam," jawab pak Haji Kartono dan keluar menyambut tamunya.

"Masya Allah, Pak Kyai Abdullah." Pak Haji Kartono terkejut melihat Kyai Abdullah yang ia kenal, datang bersama rombongannya.

"Silahkan masuk. Monggo-monggo." Pak Haji Kartono senang Kyai Abdullah mau mengunjungi rumahnya dan tamu-tamunya itupun duduk di kursi tamu pak Haji Kartono. Nabila dan ibunya menyalami satu persatu tamunya itu.

"Aduh, mimpi saya kok sampai Kyai Abdullah mau datang ke rumah saya yang reot ini?" Pak Haji Kartono mulai membuka pembicaraan. "Bapak terlalu berlebihan. Dari mana njenengan tahu kalau saya Kyai Abdullah?" tanya Kyai Abdullah sedikit heran walau ia tahu tak sedikit orang yang mengenal dirinya. "Lha wong, saya sering ikut pengajian di Pak Kyai yang di buka untuk umum," jawab pak Haji Kartono sembari tersenyum bahagia. 

"Oh ya, sebenarnya saya ke sini mencari anak saya, Gus Salim," ucap Kyai Abdullah dan Nabila sudah menduga hal itu. Kini jantungnya berdegup kencang, ada pertanyaan dalam hatinya. Apakah ini awal yang baik atau buruk untuk dirinya?.

"Gus Salim? Disini ndak ada namanya Gus Salim. Saya juga belum pernah bertemu dengan Gus Salim," jawab pak Haji Kartono tak mengerti. "Maaf, kabarnya dia jadi supir di rumah ini." Hamida ikut angkat bicara. "Supir? Supir saya namanya Agus dan bukan Gus Salim," jelas pak Haji Kartono lagi dan Hamida pun mencoba menjelaskan lagi. "Yang Bapak panggil Agus itu adalah Gus Salim, Pak."

"Masya Allah! Bu... bagaimana ini?" Kedua orangtua Nabila sangat terkejut mendengar penjelasan dari Hamida, walau Nabila sudah tahu yang ingin dia ketahui adalah maksud mereka datang ke rumahnya.

"Kakak saya itu sudah sering meninggalkan pesantren. Dan kabarnya dia ada disini. Oh ya, perkenalkan nama saya Hamida, adik Gus Salim. Yang ini namanya kang Badrun, asisten Gus Salim dan yang di sebelah saya ini namanya mbak Azizah, calon istri Gus Salim." Mendengar penjelasan Hamida membuat nafas Nabila seolah terhenti. Begitupun dengan kedua orangtuanya benar-benar kaget bukan kepalang.

"Maafkan kami ya Pak Kyai, kami ndak tahu kalau yang di rumah kami itu Gus Salim. Kami bener-bener minta maaf." Bu Haji Kartono hampir saja menangis dengan kejadian ini.

"Ndak apa-apa, Bu. Yang salah anak saya bukan keluarga ini. Saya ke sini hanya ingin membawa anak saya pulang." Kyai Abdullah sebenarnya pun tak ingin menyakiti hati keluarga pak Haji Kartono. Namun, semua ini memang di luar kendalinya.

Lihat selengkapnya