Kamu tahu kawan, di setiap sekolah, pasti ada seorang guru yang difavoritkan oleh segenap muridnya. Seorang guru yang kehadirannya selalu dinantikan, dan kelasnya selalu diikuti dengan bersemangat. Ibarat kata, kalau guru itu menambah kelasnya satu jam lagi, murid-murid tak akan protes.
Nah Pak Hadi adalah guru semacam itu.
Beliau dicintai oleh murid-muridnya bukan karena paras beliau, bukan pula karena kebaikan hati beliau, melainkan karena teknik beliau mengajar, materi-materi yang beliau sampaikan serta pembawaan beliau yang seakan membuat semua orang tak berkedip.
Bahkan, Aram yang tadinya berniat bolos, kabur ke kantin, terhenti kakinya di depan pintu, lalu dia balik ke kelas.
“Eh kenapa kau balik kemari, Ram? Tak jadi bolos? Nyesel kau nanti masuk ke kelas Pak Farhan.”
“Pak Hadi,” bantah Aram.
“Apa?”
“Itu Pak Hadi yang sedang berjalan kemari. Sepertinya beliau yang akan mengajar di jam pertama.”
Prediksi Aram benar. Pak Hadi, guru yang tegap dan gagah itu berjalan masuk ke kelas kami sambil menenteng tas laptop di tangan kirinya, dan sebuah tote bag di tangan satunya. Isi tote bag itu agaknya berat sehingga Pak Hadi memerlukan tenaga ekstra untuk mengangkatnya. Beliau meletakkan tas laptopnya di atas meja dan menatap kami semua.
“Selamat pagi, murid-murid. Maaf tanpa pemberitahuan sebelumnya, Bapak dan Pak Farhan sepakat untuk bertukar jadwal. Jadi Pak Farhan baru akan masuk saat istirahat pertama. Bapak harap, kalian semua tidak keberatan.”
“TIDAK PAK!!!!”
Seluruh murid lokal 4, sekitar 30 orang jumlahnya, menyahut serempak. Wajah kami semua juga kompak, berseri-seri. Siapa juga yang akan menolak kedatangan Pak Hadi.
“Alhamdulillah kalau begitu,” sahut beliau, “sebentar, bapak siap-siap dulu. Atau ada yang mau membantu memasangkan proyektor?”
“Saya Pak.”
“Ya silakan, Aram. Eh....”
Ucapan Pak Hadi terpotong, beliau memandangi Aram dengan ganjil. Aram pun menghentikan langkah dengan kebingungan.