Bukan Badboy Penyelamat Sekolah

Muhammad Azhar
Chapter #4

Mozaik 4 : Guru Matematika Selalu Nyentrik


Kulewatkan waktu istirahat pertama ini sambil menunggui Wahid mengerjakan PR-nya yang tadi tak sempat dia selesaikan. Wahd beruntung sekaligus apes di sini. Beruntung sebab pelajaran matematika ditunda, jadi dia sempat mengerjakan PR. Apes sebab dia tidak sempat ke kantin.

“Padahal haus sekali aku Az, kenapa aku harus terjebak di sini sambil mengerjakan soal-soal yang aku tak mengerti.”

“Kenapa kau tidak titip ke Aram tadi?”

Aram sendiri sudah ngacir pergi ke kantin sendirian. Langkah-langkahnya begitu ringan. Dia sepertinya tak peduli dengan baju dan penampilannya yang compang-camping. Kalau sudah begini, jangan harap Aram bakal balik ke lokal lagi sampai bel istirahat kedua berbunyi. Dia tidak akan pernah mau hadir di Kelas Matematika Pak Farhan.

“Astaga Az, banyak sekali PR-nya. Kenapa kau pakai cara yang panjang-panjang begini sih,” Wahid protes lagi. Sebenarnya dia protes terus sejak tadi. Begitulah kalau manusia sedang mengerjakan hal-hal yang tak dia sukai.

“Berhenti bicara Hid. Cepatlah selesaikan. Nanti waktu istirahat keburu habis.”

TENGGGG! TENGGGGGG!

Bunyi lonceng terdengar menggema dari kejauhan, memastikan jam istirahat pertama sudah habis. Untungnya Wahid juga sudah selesai mengerjakan PR-nya. Dahinya berkeringat, tapi begitu semua selesai, dia menghela nafas lega.

“Huft, syukurlah. Untunglah sempat. Nih, terima kas....eh?”

Kalimat Wahid terpotong saat dia memandang ke arah depan. Tadinya hendak mengembalikan buku padaku. Ekspresinya terkejut. Saat aku ikut memandang ke arah depan, aku pun ikut terkejut.

Sosok tinggi, kurus dan ceking dengan rambut belah tengah telah berdiri di dekat papan tulis. Beliau tidak membawa apa-apa di tangannya. Bahkan beliau hanya mengenakan sandal jepit. Penampilan beliau terlihat begitu jenaka, tapi jangan salah, sekali tangan beliau bergerak di papan tulis, beliau akan menjelma jadi sosok paling menakutkan di Quart School.

Beliaulah Pak Farhan. Guru matematika.

“Loh, kapan bapak datang?” tanya Mei yang baru saja menyudahi makan bekalnya bersama Mawar. Dia pun baru menyadari bahwa sosok Pak Farhan sudah ada di kelas, berdiri sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. Beliau tersenyum tipis.

Lihat selengkapnya