
Kata para bijak, kita tidak bisa menyenangkan semua orang, kawan. Jadi, sebaik apapun kita, pasti ada saja yang tidak suka. Semulia apapun maksud yang kita miliki, pasti ada saja yang membenci. Demikian pula kukira soal guru ini. Semulia apapun kedudukan seorang guru, pasti ada saja murid-muridnya yang tidak suka.
Apa boleh buat, kita sekarang hidup di dunia, bukan di surga.
Seperti yang kubilang, Bu Hartini bukan guru populer yang disukai murid-murid Quart School. Namun beliau bukan tipikal guru killer. Tidak, karena guru killer, kadang masih bisa dijinakkan dan akhirnya akrab dengan sebagian murid-muridnya. Bu Hartini adalah tipikal lain. Engkau akan melihatnya hari ini, kawan.
Murid-murid lokal 4 yang kembali dari kantin hari ini pasti terkejut bukan main saat menemukan di lokal mereka sudah duduk Bu Hartini. Namun mereka berusaha menyamarkan rasa keterkejutan itu dengan tersenyum tanggung pada beliau. Bu Hartini tidak peduli. Beliau dengan dingin menatap ke arah pintu. Beliau sepertinya tahu, penilaian murid pada dirinya seperti apa.
“Yang baru datang, harap agar bisa duduk dengan tenang,” ujar beliau tegas. Murid yang tadi saling bisik-bisik, mengkerut ketakutan dan akhirnya diam. Suasana kelas menjadi hening.
Murid-murid lokal 4 baru lengkap semua saat lonceng tanda masuk kelas kembali dibunyikan.
“Sudah semuanya masuk?”
“Sudah Bu,” jawab Mawar.
“Baik. Dengarkan. Ibu tidak mengerti dengan kalian. Kalian ini tidak bisa diajari berdisiplin sama sekali. Sebentar diajari, sebentar kemudian melanggar lagi. Tidak usah jauh-jauh, kalian masih saja membuang sampah sembarangan. Penuh kantin kita dengan sampah. Berserakan dimana-mana.”
Aku menyenggol Aram, memasang isyarat wajah tidak mengerti kenapa Bu Hartini tiba-tiba membicarakan hal ini. Aram balas menyenggol sambil mengisyaratkan agar aku menengok ke arah pintu. Oh rupanya di sana berdiri Bapak Dahri Ariyanto, guru pengajar kewirausahaan. Seharusnya jam setelah istirahat kedua hari ini memang jam beliau mengajar, tapi begitu melihat keberadaan Bu Hartini, beliau segera maklum dan putar balik.
“Sekarang coba lihat. Kalian boleh saja mengelak dan bilang sampah-sampah di kantin itu bukan ulah kalian saja. Benar. Tapi coba lihat, di kelas ini saja. Pojok situ, sebelah situ, sebelah sana, berserakan sampahnya. Apakah hari ini tidak ada yang piket?”