
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Sesuai yang kutebak, Aram dan Wahid sedang nongkrong di kedai kopi Paman Pirates. Maafkan aku paman, tapi nama panggilan bikinan Aram itu, memang keren kedengarannya. Ketika melihatku datang, Aram terkejut bukan main.
“Az, kukira kau tak akan menyusul kemari. Apakah ini tanda kau sudah mulai suka minum kopi?”
“Aku tidak datang untuk minum kopi,” sahutku datar, “ada yang harus kusampaikan.”
“Apa? Kau mau lanjut berdebat soal siapa yang akan jadi perwakilan lomba? Jangan bilang kalau kau tidak berhasil menemukan orang yang sesuai.”
“Aku sudah menemukannya, Ram. Aku yang akan maju, aku yang akan jadi perwakilan lokal 4. Ayo kita kalahkan Nadia dan Okta dan rebut The Class Champions.”
Mata Aram berbinar-binar seperti orang baru menang lomba. “Bagus sekali Az. Itu semangat yang bagus. Itu baru Azka yang kukenal. Terima kasih Az, terima kasih.”
“Sama-sama, Ram.”
“Jadi, kau benar-benar tidak ingin minum?”
Aku menggeleng, lalu tiba-tiba Aram berdiri. “Kalau begitu, kita punya urusan yang harus diselesaikan di tempat lain. Ayo Hid, kita let’s go.”
Wahid yang baru saja meneguk kopinya dua atau tiga tegukan, kaget bukan main. Kok Aram tiba-tiba mengajak pergi? Bagaimana dengan kopinya yang masih banyak ini.
“Minta simpankan saja dengan Paman Pirates. Nanti kau habiskan saat istirahat kedua. Ayo cepat, kita harus bergegas. Nanti kita ketinggalan pertunjukan utamanya.”
Aram dan Wahid sama-sama menyerahkan kopinya pada Paman Pirates untuk disimpan buat nanti, lalu dia melangkah pergi dari kantin. Aku yang masih bingung pun diajak ikut serta.
“Kau harus ikut, Az. Justru kau yang wajib melihat pertunjukannya.”
Semakin bertambah kebingunganku kawan, saat Aram bukannya mengajak kembali ke kelas, dia justru mengajak kami melompati pagar pembatas kantin, dan loncat ke halaman belakang Quart School.
“Ram? Apa yang kau rencanakan? Kau mau bolos?”
“Bukan Hid. Ayo ikut saja.”
Kini kami mengekor Aram di depan, berjalan di antara rerumput dan ilalang. Kucoba mengingat-ingat tata letak lokal di Quart School, kurasa Aram ini mengajak kami kembali ke lokal 4, tapi lewat jalur belakang.
Untuk apa dia melakukan itu, misterius?
Akan tetapi kemudian, kami tidak singgah di lokal 4. Ketika kami menempelkan badan di dinding luar lokal kami itu, Aram mengisyaratkan dengan tangannya, agar kami jangan berisik. Lalu dia menunjuk-nunjuk ke arah lokal 5.
“Ayo, kita bergegas.”
Kini aku mulai paham. Apapun yang ingin dilakukan Aram sekarang, pasti ada hubungannya dengan Nadia dan Okta, dan jika itu berhubungan dengan dua gadis tersebut, maka artinya berhubungan pula dengan The Class Champions.
“Hei, apa yang kalian lakukan di sana!”
Terdengar suara seseorang. Kami bertiga mendongakkan kepala ke atas. Di jendela lokal 5, ada kepala seseorang nongol. Dia memergoki kami dan seketika aku deg-degan. Aku kenal siapa orang itu. Tiada lain, Paderi Tamtama. Aram mengirimkan isyarat agar Paderi juga jangan berisik, dengan telunjuknya.
“Apa yang kalian lakukan, hei!” Paderi tak menggubris, dia tetap meneriaki kami. Aram kemudian menengok jam tangannya, terlihat berpikir cepat, lalu balas meneriaki Paderi.
“Kami disuruh mencari ayam.”