
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Aram tahu kawan, kami semua juga tahu. Kalau tadi kami sempat kepergok Bu Hartini sedang mengintip, habis sudah. Kami bisa kena skorsing, dan yang lebih parah, keikutsertaan kami dalam Fun Class bisa-bisa dicoret oleh beliau. Jadilah kami lari tunggang langgang kembali ke kantin.
Bahkan saat berlari ini, Wahid sempat tersandung, dan celananya robek di bagian bokong.
“Kau kelihatan lebih seksi sekarang, Hid.” Aram tertawa keras saat melihat robekan celana Wahid. Kami sudah sampai dengan selamat di kedai kopi Paman Pirates.
“Gigimu seksi, Ram. Gara-gara kau ini, astaga bagaimana menjahitnya supaya bagus kembali ini.”
“Gampang Hid. Bawa ke pasar, ke toko pakaian. Paling biayanya cuma 100 ribu.”
“Maksudmu beli yang baru?”
“Tepat sekali,” sembari berkata, Aram sudah gesit mengambil kembali kopi yang tadi dia titipkan pada Paman Pirates. Diambilkannya juga kopi Wahid
“Sembarangan kau Ram. Memangnya kau pikir ibuku punya uang untuk membelinya sekarang.”
Kurasa Aram ingin tertawa lagi, tapi karena Wahid sudah bawa-bawa Ibunya, tawanya diurungkan. Aram menepuk-nepuk bahu Wahid, menghibur.
“Sudahlah Hid. Lagipula, tidak ada salahnya tampil lebih seksi. Jutaan wanita di dunia ini rela membayar milyaran dollar agar bisa tampil seksi. Padahal semua akan berakhir di tempat tidur jua. Aneh bukan. Nih kopimu, dan berhentilah mengeluh.”
Sementara itu, aku diam saja setelah kembali dari kegiatan mengintip kami. Aku tertekan kawan. Seandainya bisa ditarik ulang, aku ingin menarik keputusanku menjadi perwakilan lokal 4. Namun kawan, kalau aku melakukan itu, artinya aku tidak bersikap gentlemen. Dan jika aku tidak gentlemen, maka artinya aku tidak akan cukup pantas untuk Syifa.