Bukan Badboy Penyelamat Sekolah

Muhammad Azhar
Chapter #23

Mozaik 23 : Kemenangan yang Tersangkut di Tenggorokan


Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI

Sehari setelah Fun Class.

Sejujurnya kawan, aku sangat puas dengan Fun Class kemarin. Seusai lomba, Aram mentraktir aku makan besar di warung Mie Aceh. Jarang-jarang aku bisa makan di sana, dan lebih jarang-jarang lagi Aram mau mentraktir orang. Namun di atas semua itu, aku jauh lebih puas lagi dengan peforma pidatoku di atas podium. Rupa-rupanya kawan, kemampuanku berpidato tidaklah terlalu mengecewakan. 

Iya aku tahu, 5 jurus yang diajarkan Pak Hadi berperan besar dalam penampilanku, tapi aku sendiri menganggap, bahwa andil diriku sendiri juga sangat besar dalam peformaku. Mau sehebat apapun tekniknya, kalau tiba-tiba aku kesurupan di atas panggung, kan gawat juga. 

Hari ini, hasil Fun Class akan dibagikan. Aku deg-degan sekali menantikan hasilnya. Namun Aram tetap tenang. Dia bahkan sempat-sempatnya mengajak aku membolos di kelas Seni Budaya. Kami nongkrong santai di Kedai Paman Pirates. Kalau kuingat lagi, sepanjang obrolan kami yang menghabiskan dua jam pelajaran itu, Aram sama sekali tidak menyinggung soal Fun Class, atau soal The Class Champions. 

Dia justru sibuk membahas soal surat tanah, kemungkinan dia akan menjadi lurah suatu hari nanti, dan mendirikan sebuah kontrakan di atas matahari. 

“Az, ingat, apapun hasilnya, kau tak perlu berkecil hati. Oke?”

Baru saat meninggalkan kantin, Aram menyinggung soal Fun Class. Pertanyaan barusan, dia ucapkan sambil tersenyum dan mengacungkan jempol. 

“Oke Ram,” kataku. 

“Jika hasilnya baik, maka itu adalah satu langkah baik untuk kita, tapi jika hasilnya belum sesuai harapan, maka kita harus mengerahkan usaha kita lebih keras lagi di event selanjutnya.”

“Oke Ram.”

Harus kubilang, pagi ini Aram punya pemikiran terbuka yang amat mengesankan dan aku katakan, aku kagum dengan perubahan sikapnya. Mungkin ini berkat obrolan dengan Pak Hadi kemarin itu. Namun sikap Aram ternyata berubah secepat angin puyuh saat menyusuri lorong. 

Kami harus kembali ke lokal untuk mengambil topi Aram yang tertinggal di tasnya. Sebentar lagi pengumuman pemenang Fun Class, dan kata Aram, dia tidak ingin kepanasan di lapangan, jadi dia perlu topi. Ketika kami lewat di depan lokal 2, seseorang mencegat langkahku. Orang itu bertubuh besar. Dia langsung merangkul bahuku dan berteriak histeris. 

“Penampilan kau yang kemarin itu, hebat sekali Az! Kau akan memenangkan lomba itu dan tidak ada siapapun yang lebih pantas daripada kau. Kalau ternyata orang lain yang menang, berarti ada yang telah mencurangi kau.”

Siapa orang ini? Perkenalkan kawan, dia Munir. Temanku sejak masih di bangku SMP. Tidak perlu repot-repot mengingat namanya, sebab dia hanya akan kujadikan karakter figuran. Lebih penting bagimu untuk memerhatikan, bahwa ekspresi Aram sudah berubah. 

Pasti kata curang itu mencongkel “kebijakan”-nya sepagian ini. 

Lihat selengkapnya