
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Pagi hari kawan, aku masih dalam kondisi antara bangun atau tidak, sebuah kondisi yang apabila mental tidak kuat niscaya akan menarik selimut dan tidur kembali. Samar-samar aku mendengar bunyi seperti benda bergetar. Drrrrr.... bunyi yang sangat mengganggu.
Ada pesan masuk di ponselku.
Aku bangkit dari tempat tidur dan meraih ponselku. Ingin tahu, siapa kira-kira yang menghubungiku di pagi-pagi buta macam ini. Betapa aku terkejut kawan, nyaris tidak percaya, dia yang menghubungiku.
Tersemat namanya Syifa.
Di sebelah kiri ada foto profilnya yang, ehm, cantik itu.
“Assalamualaikum Az. Maaf mengganggu pagi-pagi.” Begitu bunyi pesannya. Sementara bar statusnya masih online. Segera kubalasi pesannya itu, rasa penasaranku membuncah. Ada apa Syifa menghubungiku pagi-pagi.
“Waalaikumussalam, pagi Syif. Ada apa ya?”
“Hai Az, sepertinya aku butuh sedikit bantuan.”
“Bantuan?”
“Iya. Begini, Lia sempat bercerita bahwa kamu jago pelajaran matematika, dan kamu sendiri kemarin bilang kamu suka pelajaran itu. Bisakah kamu mengajariku hari ini? Aku merasa kesulitan memahami pelajaran Pak Farhan ini. Barangkali kalau belajar denganmu bisa sedikit lebih paham.”
Kulempar pandangan ke cermin. Kutanya diriku sendiri. Apakah aku mau membantu Syifa? Cepat-cepat kujawab pertanyaanku sendiri itu. Tentu saja aku mau. Dengan membantunya, aku bisa lebih dekat lagi dengannya. Ini satu peluang pendekatan.
“Boleh Syif. Aku mau kok membantumu belajar,” balasku. Aku memakai istilah membantu belajar, alih-alih mengajari, sebab aku tidak berbakat jadi guru.
“Alhamdulillah, makasih ya, Az. Oh ya, karena matematika hari ini adalah ujian pertama, maka apa boleh kita belajarnya di kantin sebelum bel masuk kelas, Az?”
Aku melempar pandangan lagi, kali ini ke kalender. Hari ini Mid Test matematika kah? Lalu kenapa tadi malam aku membaca buku sejarah Yunani? Ah sudahlah.
“Boleh Syif. Dimana kamu mau kita bertemu?” Aih, syahdu sekali kalimat itu.
“Di warung gorengan 41 saja Az. Bagaimana? Aku sering makan di situ soalnya.”
“Oh boleh.”
“Oke deh. Sekali lagi terima kasih banyak ya, Az. Sampai jumpa di kantin. Kabari aku kalau kamu sudah datang.”
Setelah balasan yang itu, bar status Syifa berubah jadi terakhir kali dilihat pukul 05.11. Aku termenung sejenak setelah itu. Syifa minta ajari matematika denganku? Ini satu kejutan yang tak pernah kusangka. Sebuah anugerah yang datang langsung dari Sang Maha Pencipta. Cuma ada satu masalah. Berkali-kali aku berlatih agar bisa mengobrol lancar dengan gadis itu, tapi aku masih tidak bisa. Barangkali kawan ingat, obrolan terakhir kami di kantin saat dia memuji peforma pidatoku? Menurutku itu obrolan yang aneh setelah kupikir lagi. Aku masih sering gugup sendiri di depan Syifa. Sepertinya aku tidak bisa menemui gadis itu sendirian. Aku butuh partner, yang kalau pembicaraan tiba-tiba stuck, bisa mengambil alih, dan aku tidak berubah jadi iguana saking malunya.
Orang yang cocok untuk itu, tentu saja Lia.