
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
“Oh iya Az. Gapapa kalau begitu. Mungkin lain waktu. Makasih sudah mengabari Az, semoga urusanmu lancar.”
Begitulah bunyi chat balasan dari Syifa. Aku membacanya di parkiran sekolah sebelum mengambil kendaraanku, dan sepanjang jalan, aku dihinggapi rasa campur aduk.
Aku merasa bersalah pada Syifa. Dia sudah repot-repot mengajak makan siang. Kudengar para gadis itu gengsinya tinggi sekali kalau soal makan siang, jangankan makan siang bersama, ditanya mau makan apa saja, dijawabnya terserah. Nah, Syifa tadi pagi sudah mengajakku, itu sebuah effort lebih darinya. Kasihan dia.
Aku juga merasa bodoh. Kalau dipikir lagi, asumsiku tadi terlalu gegabah bahkan bisa dibilang sangat sembrono. Entah kenapa aku sangat cepat mengambil kesimpulan begitu. Seharusnya aku tidak melewatkan kesempatan emas yang barangkali tak akan terulang lagi ini. Ah bodoh sekali, kawan.
Yang terpenting, aku takut sekali, Syifa bakal marah. Bagaimana tidak, coba bayangkan, dia sudah repot-repot mengajakku makan siang, menawari traktir, tapi aku dengan kurang ajar menolak. Benar-benar tindakan yang tidak pantas. Balasan Syifa di chat memang terkesan ramah-ramah saja, tapi aku yakin dia kecewa luar biasa. Astaga bagaimana jika....
Bagaimana jika....
Bagaimana jika....
Bagaimana jika dia tidak mau bertemu denganku lagi?
Sampai rumah aku terus kepikiran akan hal ini. Sampai malam pikiranku masih berkutat pada tiga hal ini. Aku jadi tidak fokus belajar. Kurasa aku memerlukan seseorang untuk mengeluarkan uneg-uneg.
Sekali lagi, hanya ada satu orang untuk urusan ini. Dia adalah Lia. Setelah berbasa-basi, menyinggung soal Syifa, ciye Azka, lagi saat kuceritakan soal makan siang, dan akhirnya Lia mengeluarkan emoji tertawa berderet lima saat aku sampai pada bagian semuanya batal gara-gara keputusanku yang sembrono.
“Kamu benar Az. Dalam hal ini, kamu benar-benar sembrono. Bagaimana bisa kamu mengambil kesimpulan secepat itu?”
“Ya, mau bagaimana lagi. Kulihat mereka berdua ngobrol cukup akrab.”
“Kamu cemburu buta?”
“Mungkin iya.”