
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Karena tidak mau sampai tindakan heroikku ini ketahuan Aram, aku harus mengendap-endap masuk ke lokal 5, menemui Syifa dan menyerahkan makalahnya kepadanya. Saat menerima makalah dari tanganku, Syifa tersenyum dan berkata.
“Makasih banyak ya Az. Kamu sudah baik sekali denganku. Aku benar-benar bisa mengandalkan kamu.”
Oh kawan, kalau pun seandainya tadi pagi aku melihat pelangi 9 warna yang merupakan jenis pelangi terlangka yang tak pernah ada sejak bumi ini diciptakan, maka pelangi itu pasti indah. Tapi senyuman Syifa hari ini, jauh lebih indah lagi.
Sayang karena aku gugup, aku hanya bisa menjawab seadanya, “hehe, iya. Sama-sama Syif.”
Sangat kampungan sekali bukan?
Hal lain yang tak kalah penting hari itu kawan, adalah aku lupa, kalau memasukkan diri ke lokal 5 ini bagaikan masuk ke area asing. Jika engkau adalah murid lokal 4 seperti aku, masuk lokal 5 ini ibarat masuk hutan belantara, dan jika kau adalah teman Aram, seperti aku, maka masuk lokal 5 ini ibarat berhadapan dengan singa-singa lapar. Ketika aku hendak berbalik, bisa kurasakan singa-singa itu menatapku tajam, dan berjalan ke arahku. Semakin dekat, singa itu menjelma jadi dua sosok perempuan. Nadia dan Okta.
“Ehm, sedang apa kau di sini Az?” Nadia lebih dulu melempar pertanyaan.
“Kau disuruh Aram memata-matai kami ya?” Okta menatap tajam.
Kurasakan tatapan kedua gadis ini seolah ingin memakanku hidup-hidup. Sepertinya efek traktiran kopiku beberapa hari lalu tidak berdampak apa-apa. Ah benar juga, di hari yang sama mereka harus makan kopi “beracun” bikinan Aram ya. Mereka sekarang pasti masih jengkel soal itu dan sekarang bersiap menuntut balas.
“Eh aku hanya bertemu dengan Syifa, ada urusan sedikit.” Aku mencoba menjawab, mengatur nafas agar tetap tenang.
“Kamu yakin kamu tidak disuruh Aram untuk memata-matai kami?” Okta masih menatapku kucuriga sekali. Jangan-jangan kemarin gelas Okta lebih banyak lagi Aram masukkan garam ke dalamnya.
“Tidak.”
“Kamu ada hubungan sesuatu dengan Syifa ya?”
“Eh.” Hilang kata-kataku saat melihat kedua gadis ini menatap dengan wajah iseng. “Hanya teman,” kupaksa mulutku menyelesaikan kalimat.
“Oh hanya teman rupanya. Sepertinya ada PDKT yang kurang lancar nih,” Nadia tersenyum, licik sekali senyumannya itu.
“Dengar Azka,” gantian Okta yang berbicara sekarang, sepertinya mereka sudah paham satu sama lain. Duet andalan Bu Hartini ini sepertinya punya kemampuan telepati karena lama bersama. “Kami bisa saja membantumu untuk PDKT dengan Syifa, asal....”
“Kamu membantu kami melakukan sesuatu.”