
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Situasi konflik antara Aram di satu pihak dengan Nadia, Okta dan sekarang Paderi di pihak lainnya semakin tajam. Satu hari setelah Aram memergoki Paderi menggembosi sepeda motornya, adu mulut yang sengit pecah di kantin.
“Aram minggir!”
Nadia berseru nyaring bak melihat kecoak saat Aram dengan sengaja menghadang jalannya (atau jalan mereka) ke kafe modern. Sementara Aram berdiri kokoh seolah kaki-kakinya menancap ke tanah.
“Tidak, kalian tidak boleh lewat sebelum kalian mengakui perbuatan licik kalian.”
“Perbuatan licik apa?”
“Kalian yang menyuruh Paderi mengempesi ban sepeda motorku sehingga aku harus berjalan menuntun sepeda motorku sejauh satu kilometer bukan? Mengaku kalian cepat.”
“Ha? Kenapa kami harus peduli tentang itu?” Okta membalas tajam, “sudah jelas itu urusan kau dengan Paderi, kenapa harus melibatkan kami. Sana, tanya Paderi dan minggirlah dari jalan kami.”
“Jangan mengelak seperti kura-kura dalam perahu, jangan pura-pura tidak tahu begitu. Aku yakin Paderi melakukannya, karena kalian yang menyuruhnya.”
“Oh kau yakin begitu, lantas mana buktinya?” Nadia menantang.
“Ini bisa dijelaskan dalam rangkaian perilaku. Pertama, kami memenangkan lomba di Festival Togut. Kedua, kalian tidak terima kekalahan...”
“APA KATAMU! AWAS KAU RAM!”
“Ayo sini maju! Aku tidak takut! Ayo maju!” Aram kini berteriak dengan wajah tak kalah emosinya. Bahkan kakinya sudah membuka kuda-kuda. Aku yang sedari tadi berdiri sekitar 5 meter di belakang Aram, kini menengok Wahid. Maksudku adalah, kita harus melakukan apa sekarang?
Wahid diam saja. Baiklah, itu berarti kami memang harus membiarkan ini dulu.