Bukan Badboy Penyelamat Sekolah

Muhammad Azhar
Chapter #65

Mozaik 65 : Kereta Cepat Shiela Camalia Pt 2


Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI

Hari yang berbeda, tapi aku kembali mendapatkan kesempatan bisa ngobrol dan nongkrong semeja dengan Shiela. Benar-benar rezeki nomplok yang sukar dipercaya kawan. Aku saja nyaris ternganga saat mendengar hari ini dia datang ke meja pemesanan, bukan membeli kerupuk amplang, malah mesan kopi dan duduk di sebelahku. Mengenai sebab mengapa Shiela mau-mau saja ngobrol denganku, nanti saja deh kutanyakan. Takut merusak momen soalnya.

“Kita selalu bertemu ya, Azka. Apa jangan-jangan kamu memang sengaja mengatur pertemuan ini.” Dia tersenyum, menyelidik. Meski itu seperti tatapan curiga, itu tetaplah satu senyum dari Shiela, dan aku terpanah dengan cepat.

“Ah tidak. Kurasa ini masalah kebetulan saja. Momen yang tepat di waktu yang tepat.”

“Maksudmu seperti Columbus sampai ke Amerika. Kebetulan saja dia sampai di sana saat peradaban Amerika sedang maju-majunya.”

“Ah Columbus lagi. Kurasa kebetulan yang dialami Columbus jauh lebih berharga.”

“Yeah, jumlah harta yang dirampok Spanyol dari dunia baru setara kekayaan tiga kerajaan Abad Pertengahan.”

“Oh ya Shie, kamu memang suka minum kopi atau bagaimana nih. Jadi lancar sekali tadi memesannya.”

“Kopi asalnya adalah minuman para sufi dari Yaman. Mereka masuk surga lebih dulu dari kita, jadi apa salahnya aku meniru kebiasaan mereka. Dan, bagaimana tadi kamu memanggil namaku.”

Aku tertegun. Apakah Shiela tidak suka namanya kupotong jadi Shie? Bukankah memotong nama untuk memanggil sapaan adalah hal lumrah. Aku misalnya, dipotong depan jadi dipanggil Az. Aram dipotong belakang, jadi dipanggil Ram. Wahid dipotong belakang sehingga hilang buntutnya. Eh salah, bukan seperti itu maksudku.

“Maaf kalau salah,” ujarku pelan.

“Tidak kok,” Shiela sudah senyum lagi, senyum penuh pengertian. Aduh, senyum macam apapun, gadis ini tetap cantik. “hanya kurang biasa saja. Beberapa orang temanku memanggilku Lia, pakai nama belakangku. Baru kali ini aku mendapat sapaan Shie. Tapi tidak apa-apa.”

“Aku sudah punya teman bernama Lia, jadi aku tidak ingin ada dua orang yang harus kusapa dengan nama yang sama. Nanti bisa tertukar-tukar.”

“Ah macam judul sinetron saja. Nama yang tertukar. Atau KTP yang tertukar. Ah rumit juga,” Shiela terkekeh pelan. “baiklah, soal nama, sebagai gantinya karena kamu sudah memberiku sapaan yang unik, izinkan aku memanggilmu Azk. Bukan Az, tapi ada “k” di ujungnya. Ini mirip penggunaan abjad “sz” dalam bahasa Polandia. Bagaimana?”

Astaga kawan, belum apa-apa, kami sudah punya panggilan yang spesial. Bisa kulihat Paman Pirates di sana, di meja pemesanan, menengok iri ke arahku. Aku tahu apa yag ada dipikirannya. “Andai saja aku bisa kembali ke masa muda, andai saja.” Pasti itu yang dia pikirkan.

“Setuju,” sahutku pada Shiela, dan itu jadi penutup obrolan kami di kantin. Esoknya kami ketemu lagi. Di jam yang sama. Kali ini kutegur dia lebih dulu dengan nada bercanda.

“Sekarang kamu ke kantin setiap hari ya. Jangan-jangan kamu sengaja ingin bertemu denganku, Shie.”

Lihat selengkapnya