
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
“Sedang apa kalian?” ulangnya, bertanya dengan wajah bingung.
“Eh anu, anu...” aku gelagapan menjawab. Astaga, aku benci sekali harus gugup saat berhadapan dengan pacar Syifa ini. Namun Aram santai saja, dia berdiri dan menghadapi Paderi.
“Tidak, kami hanya sedang mengamati biawak di semak belukar sebelah sana.”
“Kau hendak menipuku lagi ya, seolah aku terlihat bodoh?”
“Oh tentu tidak, kecuali kau sudah sedemikian bodohnya sampai tak becus menjahili orang lain.”
Kulihat wajah Paderi untuk beberapa saat tersinggung, tapi dia sepertinya tidak mau membahas masalah itu, jadi dia berkata dengan dingin.
“Minggir kau.”
“Astaga apa yang mau kau lakukan? Kau mau melihat biawak itu juga? Sebaiknya jangan, terlalu berbahaya. Nanti matamu bisa buta kena air liurnya.”
“Heh, minggir kubilang, dasar kau kebanyakan bicara.”
Paderi genap mendorong Aram ke samping. Dia lalu berjongkok, memeriksa kendaraannya.
“Lari Az. LARI!!!”
Kurasa Paderi belum melihat gembok itu saat Aram berteriak. Tapi sekarang urusan ini jelas baginya. Aram baru saja cari gara-gara dengannya dan sebagaimana seorang lelaki, Paderi tentu saja ingin menyelesaikan ini dengan adu jotos. Sedangkan di Quart School, berkelahi sesama murid adalah pelanggaran serius.
Makanya kami lari.
“WOY BERANDALAN KALIAN INI!” teriak Paderi.
Aram sudah berlari menerobos parkiran. Dia menuju ke kantin. Larinya kencang sekali, aku nyaris tak bisa menyusulnya. Wajar sih, kuingat dulu Aram pernah cerita bahwa dalam latihan silat merpati, salah satu menunya adalah berlari. Jadi Aram sangat terlatih untuk ini. Tapi aku juga punya jurus lain, the power of kepepet. Paderi mengejar dengan cepat juga di belakangku, mengharuskan aku berlari secepat kilat menyusul Aram.