
Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
Dua malam sehabis menyatakan walk out dari Shiela, aku terus merecoki Lia. Aku terus menghubungi dia, bertanya pada dia, pertanyaan yang sama. Apakah aku masih mungkin mendekati Syifa? Kurasa kalau saja Lia tega, dia akan memblok kontakku. Tapi apa boleh buat, dia sendirilah yang pertama kali mengajukan ide ini padaku.
“Coba dulu Az.”
“Tapi kalau dia benar-benar pacaran dengan Paderi bagaimana?”
“Jangan mikir tapi, tapi, coba dulu. Kata tapi itu tidak akan membawamu kemanapun.”
“Tapi aku merasa canggung menghubungi dia, Lia.”
“Astaga Az, tapi lagi. Cobalah. Kamu itu jangan kebanyakan alasan.”
Aku berdecak. Mudah saja bagi Lia mengatakannya. Melakukannya jauh lebih sulit. Kenyataannya adalah aku nyaris tidak menghubungi Syifa selama dua bulan, bagaimana aku bisa tiba-tiba menghubungi dia? Kalau dia tanya kemana aja kamu selama ini, Az? Astaga kawan, dimana aku harus menaruh wajahku kalau dia bertanya begitu.
Rupanya semua berjalan mudah saja begitu aku ada niat, meski aku tidak berani melakukannya. Lima malam setelah aku memutuskan walk out dari Shiela, sebuah pesan masuk ke ponselku.
“Assalamualaikum,” begitu katanya. Aku terhenyak, sebab foto profil pengirimnya cantik, dan ada keterangan nama di sebelah kanan foto itu. Syifa.
Tunggu, bagaimana ceritanya sehingga bisa begini jadinya? Kok bisa-bisanya Syifa men-chat terlebih dahulu? Tak tahulah aku kawan, coba kau tanya pada Lia. Dia yang mengatur ini semua.
“Waalaikum salam,” balasku, agak bergetar juga.
“Hai Az, sibuk?”
“Tidak Syif.”
“Apa kabar Az? Rasanya sudah lama tidak menghubungi kamu.”