Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI
“Kamu seringnya kalau ke kantin, makan dimana Az?” tanya Syifa.
“Oh aku sering nongkrong di kedai kopi Paman Pirates.”
“Paman Pirates? Siapa dia? Apa yang kamu maksud pairets? Bajak laut?”
“Maksudku, Paman Yamani. Kamu pernah ke bagian belakang kantin? Dekat pagar pembatas. Nah di situ kedai Paman Yamani. Teman-temanku menyebut beliau Paman Pirates sebab beliau juga janggut dan brewok.”
Syifa ikut tertawa. “Ada-ada saja ya, kalian ini Az. Di sana apa saja yang dijual, Az?”
“Beliau menjual gorengan, kopi dan lain-lain.”
“Sama seperti di kedai 41?”
“Kurang lebih.”
“Oh. Kalau ke kedai 41, aku sering. Kalau ke tempat yang katamu tadi, belum pernah. Mungkin nanti aku coba.”
Bukan kawan, itu tadi bukan percakapan imajiner. Aku benar-benar mengobrol dengan Syifa. Ini adalah pertemuan pertama aku dan dia setelah insiden di hari Togut. Sesak hatiku membayangkan kembali bahwa insiden itu adalah sebuah kesalahpahaman.
Tadi, saat pulang, aku melihat Syifa berjalan sendirian saja lewat di lokal 4. Saat melihatku, dia melambaikan tangan, dan saat aku melihatnya, aku langsung mengejar dan mensejajarkan langkah dengannya. “Karena kamu tidak punya pacar, kurasa tak ada yang keberatan aku ada di sini.”
Lalu jadilah kami mengobrol soal kedai Paman Pirates itu, kawan.