Bukan Badboy Penyelamat Sekolah

Muhammad Azhar
Chapter #86

Mozaik 86 : Master Matematika


Gambar hanya ilustrasi, terima kasih DALLE Open AI

Sementara itu waktu telah menipu kita semua kawan. Kukira aku masih punya banyak waktu. Rupanya tidak, aku sebentar lagi akan naik ke kelas 12, lalu lulus dari sekolah ini dan kemudian, mungkin jadi pengangguran. Padahal rasanya baru kemarin aku main robot-robotan dengan teman-temanku. Ah betapa cepatnya waktu berlalu. 

Ah kenapa pula aku bicara melantur soal waktu. Intinya kawan, Mid Test Semester 4 sudah kian dekat. 

Mid Test sekarang memiliki arti spesial bagiku, kawan. Dari Mid Test-lah aku pertama-tama membangun hubungan yang dekat dengan gadis bermata cemerlang, Nur Syifa Muliyana. Masih segar di ingatanku bagaimana aku mengajari dia matematika di kantin, meski akhirnya tidak berjalan dengan baik. 

Kenangan Mid Test Semester 3 itu membuatku berandai-andai. Apakah Mid Test semester 4 kali ini Syifa akan minta bantuan lagi? Aku sangat mengharapkannya. Jika itu terjadi, maka semoga aku tidak canggung dan kikuk lagi, kawan. 

Tunggu punya tunggu, harapanku ternyata dikabulkan. Pada satu malam, di tengah obrolan kami membahas Mid Test yang kian dekat (aku sengaja membelokkan topiknya ke sana, agak menyerempet dikitlah, biar Syifa mengambil tindakan sesuai keinginanku). Syifa akhirnya mengutarakan permintaannya. 

“Az, bisakah aku minta ajari matematika lagi seperti Mid Test sebelumnya? Berkat kamu, kemarin itu aku sangat terbantu, jadi aku berharap kamu bisa mengajariku lagi.”

“Oh sudah barang tentu aku mau Syif,” tunggu, apa balasanku itu terlalu ofensif? Aduh, jangan sampai Syifa mengira aku terlalu bersemangat, buru-buru kuralat jawabanku dengan menambahkan kalimat, “Jika kamu memang ingin belajar lagi, aku dengan senang hati membantu. Kapanpun itu.”

Tunggu, apakah itu tidak semakin ofensif?

“Alhamdulillah. Makasih ya Az. Tapi kapan dan dimana ya. Aku sekarang tidak selalu bisa datang pagi lagi. Kalau istirahat pertama, kantin terlalu ramai, tidak bisa belajar di situ.”

“Bagaimana kalau di lokalku saja. Nanti kamu datang di jam istirahat. Insya Allah tidak terlalu banyak orang, jadi kita bisa berkonsentrasi.”

“Boleh tuh Az. Tapi kamu tidak ke kantin jadinya. Gapapa?”

“Tidak apa-apa, Syif. Aku juga jarang ke kantin pas istirahat pertama. Datang saja ya.”

“Oke Az.”

Aku menutup percakapan sebab malam semakin larut. Kujamin malam ini aku tidur dengan senyum.

Keesokan harinya....

“Hid, aku punya permintaan khusus untukmu.”

“Apa Az?”

“Aku ingin kau menahan Aram selama mungkin di kantin.”

Terkejut Wahid. “Permintaan macam apa itu Az? Apa maksudmu?”

Lihat selengkapnya