Bukan Celana Kolor Biasa

Setiyo Bardono
Chapter #1

Peron #1 : Ki Gumang

Panji berdiri di depan bangunan tingkat dua bercat biru muda. Ia mencocokkan nomor bangunan yang nemplok di pagar dengan alamat yang tertera di kartu nama: Ki Gumang Consulting, Jalan Mengkudu No. 815A, Depok. Berarti, sopir angkot warna biru D02 memang sering menurunkan orang di depan bangunan ini.

Sebelumnya, di atas angkot Panji celingak-celinguk menatap deretan bangunan di pinggiran jalan. Agar lebih mudah memantau situasi jalan raya, Panji sengaja duduk di samping pak sopir yang sedang bekerja mengendarai angkot supaya baik jalanannya.

“Kalau jalan Mengkudu nomer 815A dimana ya Bang?”

“Oh, tempat Ki Gumang ya? Jangan kuatir, nanti saya turunin persis di depan kantornya. Emangnya mau konsultasi masalah jodoh, ya Mas,” tanya sopir angkot yang gayanya sok asyik.

“Ah nggak Bang. Masalah bisnis dan masa depan. Masak ganteng kaya gini nggak punya pacar,” jawab Panji sekenanya.

“Iya ya. Truk reot dan kereta ekonomi aja bisa punya gandengan,” kata sopir angkot.

Kok angkot nggak punya gandengan ya Bang,” ledek Panji.

“Emangnya odong-odong, yang penting sopirnya sudah punya gandengan. Tapi angkot juga sering digandeng kalau lagi mogok.”

“Ki Gumang sudah terkenal ya Bang.”

“Sopir angkot D02 mah pasti tahu Mas. Saya juga pernah ke sana kok.”

“Konsultasi jodoh juga?”

“Nggak lah, konsultasi bagaimana menjadi sopir angkot yang teladan dan best seller.”

“Kayak nulis buku aja Bang. Kalau mau jadi sopir teladan kok itu seragam angkotnya nggak dipakai Bang.”

“Habis gerah sih. Tenang saja, entar kalau di depan ada razia pasti ada teman kirim pemberitahuan lewat grup WA.”

“Oh begitu.”

Panji kembali menatap kartu nama yang dipegangnya untuk memastikan tidak salah alamat atau seperti lagu Ayu Ting Ting yang tertipu “Alamat Palsu.” Panji semakin yakin setelah menatap spanduk besar yang terbentang di dinding bagian atas lantai dua. Ada tulisan besar: Ki Gumang Consulting, dan tulisan lebih kecil di bawahnya: Melayani Jasa Konsultasi Masalah Rumah Tangga, Cinta, Karir, Politik, dan Lain-lain.

Di spanduk juga terpampang foto seorang lelaki karismatik dengan jas dan dasi. Ukuran fotonya sangat besar, persis seperti foto caleg sewaktu musim kampanye. Di dekat foto itu ada tulisan: Anda Punya Masalah? Jangan Gamang, Konsultasikan ke Ki Gumang!

Panji tersenyum sendirian saat menatap kartu nama dan menyadari bahwa nama jalan dan nomer bangunan ternyata punya arti tersendiri. Sebagai paranormal handal, pasti Ki Gumang sudah memperhitungkan mengapa memilih bangunan di Jalan Mengkudu No. 815A yang bisa dibaca MengKUDU BISA. Jadi segala masalah harus bisa diatasi.

Belasan motor dan dua mobil terparkir memenuhi halaman kantor Ki Gumang Consulting. Jam di layar telepon genggamnya baru menunjukkan pukul 08.17 WIB, tapi nampaknya antrian sudah panjang. Pintu kaca terbuka otomatis saat Panji mendekat. Persis seperti pintu Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line ketika mendarat di stasiun.

Udara sejuk langsung menerpa wajahnya. Beberapa orang terlihat duduk menunggu giliran. Seorang satpam berbadan tegap dan berkumis tebal menyambutnya dengan sopan.

“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”

“Saya mau berkonsultasi dengan Ki Gumang,” jawab Panji lirih sambil menengok kanan kiri. Eh, mengapa ia harus malu, pasti semua orang yang datang ke sini akan melakukan hal yang sama.

“Kartu member-nya ada?”

“Wah ada kartu member segala ya. Saya baru pertama kali ke sini.”

“Iya lah, namanya juga jaman canggih. Kalau belum punya, berarti Anda harus registrasi dulu.”

Satpam berkumis memencet layar komputer yang ada di dekat meja resepsionis. Secarik kertas keluar dari lubang yang ada di bawahnya.

“Ini nomer antriannya, sambil menunggu silakan registrasi dulu,” kata Satpam sambil menyerahkan secarik kertas bertuliskan: Ki Gumang Konsulting beserta tanggal dan jam. Di secarik kertas itu juga tertera angka 25 dengan ukuran huruf yang besar. Panji tertegun. Sepagi ini sudah ada 24 orang yang datang.

Panji memperhatikan resepsionis yang sedang asyik bercermin dan membetulkan bulu mata. Ia tak berani menganggunya takut mata resepsionis itu tercolok. Usai urusan bulu mata, resepsionis itu tampak memperhatikan alis mata yang terlukis rapi seperti diukur memakai penggaris.

Panji jadi teringat lagu dari Bang Haji Rhoma Irama yang suka disetel keras-keras dari arah kontrakan milik Pakde Rojali. Judulnya kalau nggak salah “Kata Bujangan” eh “Kata Pujangga.” Karena sedang memperhatikan resepsionis cantik, lagu itu perlu sedikit dimodifikasi:

♪ Resepsionis tanpa bulu mata, bagai taman tak berbunga. Oh begitulah kata para bujangan. ♪

Rupanya resepsionis itu tahu kalau ada orang yang sedang memperhatikannya. Aktivitasnya segera berhenti. Cermin warna pink berbentuk hello kitty segera dimasukannya ke dalam laci.

“Eh ada tamu. Silakan duduk Dik, eh Mas. Habis masih muda banget sudah kelayaban ke sini,” kata resepsionis sambil tersipu-sipu.

“Maaf Mbak, jadi menganggu. Saya baru pertama ke sini, kata Pak Satpam harus registrasi dulu ya.”

“Iya Mas, kita perlu data untuk keperluan administrasi. Namanya siapa ya”

“Nama lengkap, nama panggilan, atau nama beken Mbak?”

“Nama lengkap dong sesuai KTP. Eh sudah punya KTP kan.”

“Sudah dong Mbak, saya kan warga negara yang baik dan juga calon pacar yang baik.”

“Ih pagi-pagi sudah modus. Coba sini KTP-nya saya scan dulu.”

Lihat selengkapnya