Di Sabtu pagi yang cerah, Ayah Panji sibuk mencangkuli tanah di halaman rumah. Di dekatnya, tergeletak dua benih tanaman setinggi kurang lebih empat puluh sentimeter dalam polybag hitam. Panji yang baru bangun tidur dan masih menguap, penasaran melihat aktivitas ayahnya, pasti urusan tanam-menanam pohon. Meskipun lahan di halaman rumah tak begitu luas, tapi ayahnya rajin menanam bunga atau tanaman apotek hidup seperti jahe merah, lengkuas, dan kunyit.
“Ini tanaman apa, Yah?” tanya Panji sambil menunjuk benih tanaman di polybag.
“Coba tebak tanaman apa?” tanya Ayahnya sambil terus mencangkuli tanah, membuat lubang untuk tanaman.
Panji menatap daun tanaman berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil. “Pohon asem ya Yah,” tebaknya.
“Nguawur, ngapain juga Ayah nanam pohon asem. Kamu ingat nggak ada peribahasa yang mengatakan dunia tak selebar titik titik?” tanya ayahnya.
“Panji tahu, dunia tak selebar celana kolor,” jawab Panji sekenanya.
“Hush, dunia tak selebar daun kelor,” kata ayahnya.
“Maksud Panji seperti itu. Oh, jadi ini yang namanya pohon kelor, mau buat penolak bala atau ngusir hantu kolor ijo?” kata Panji sambil mengamati pohon di depannya.
Ayah Panji menghentikan aktivitasnya. Setelah mengatur napas, Ayah jongkok sambil menerangkan kalau sejak zaman dahulu memang ada mitos yang beredar di tengah masyarakat bahwa pohon kelor merupakan pohon sakti. Daun kelor dipercaya bisa mengalahkan kekuatan makhluk halus. Jadinya tanaman kelor lebih kental dengan unsur mistis.
Padahal, lanjut Ayah Panji, daun kelor kaya kandungan vitamin C, kalsium, beta karoten dan potassium yang efektif sebagai sumber anti oksidan alami. Karena kandungan nutrisi yang tinggi dalam daunnya, kelor dijuluki ‘tree of life’. Organisasi kesehatan dunia atau WHO juga telah lama menganjurkan penggunaan kelor bagi anak anak.
“Ayah pernah bertemu dengan peneliti pertanian, konon unsur mistis dari daun kelor dihembuskan oleh bangsa penjajah pada zaman kolonial agar rakyat Nusantara takut dengan tanaman kelor. Mereka sangat tahu khasiat daun kelor. Kalau rakyat jelata menjadi pintar gara-gara makan daun kelor, para penjajah akan sulit menguasai bumi Nusantara. Karena itu, unsur mistis dihembuskan agar rakyat tidak mengkonsumsi daun kelor,” kata Ayah Panji.
Panji manggut-manggut mendengar penjelasan ayahnya. Ternyata di Indonesia memiliki kekayaan alam yang beraneka ragam. Banyak hal yang belum Panji mengerti. Panji harus lebih banyak belajar tentang kehidupan karena dunia tak selebar daun kelor dan lebih lebar dari celana kolor.
“Gitu tuh ayahmu. Kalau ada tanaman yang lagi ngetren ikut-ikutan nanam. Giliran nyiram jadi kerjaan ibu. Dulu pernah heboh bunga gelombang cinta, ikut-ikutan nanam, sekarang pohon kelor,” kata ibu yang sudah berdiri di belakang Panji.
“Ya nggak gitu Bu. Kan Ayah harus pergi pagi pulang malam. Mosok malam-malam nyiram kembang, kayak mau ritual pesugihan aja,” kata ayah.
Ayah Panji bangkit dari jongkok sambil mengangkat benih pohon kelor. Tiba-tiba terdengar suara prepeeet. Ayah Panji langsung memegang bagian belakang celana kolornya yang robek. Panji mencoba menahan tawa sementara ayahnya meneruskan aktivitas menanam pohon kelor.
“Mbok istirahat dulu Yah, ganti celananya, kayak nggak ada celana lain. Itu celana ya robek biar ibu jahit nanti,” kata Ibu Panji.
Ayah Panji masuk ke dalam rumah. Panji meneruskan kegiatan ayahnya menanam pohon kelor. Seketika Panji teringat kata-kata Ki Gumang, “Dibalik lelaki hebat ada celana yang kuat.” Mungkin, kalimat itu harus ditambah, “Dibalik lelaki hebat ada celana yang kuat, dan dibalik celana yang kuat ada kelembutan tangan ibu yang merawat.”
--- oOo ---
Hari Minggu jam lima pagi, Panji sudah selesai mandi dan berdandan rapi. Biasanya pagi di akhir pekan, Panji masih tekun merapikan nada dengkur agar selaras dengan irama mimpi, tanpa ada gangguan dari ibunya. Jesica, kucing kesayangannya menatap dengan penuh keheranan. Jesica sampai mengurungkan niat untuk ngecengin kucing tetangga.
Panji menatap tumpukan celana di lemari pakaian. Di tumpukan paling bawah, celana kolor Benrakaton mencoba menarik perhatian Panji. Sudah hampir dua bulan celana kolor itu tergeletak di lemari. Panji sudah berjanji dalam hati, tanpa siaran langsung di kanal Youtube atau instagram, untuk tidak sembarangan memakai celana kolor itu.
Ia berharap celana kolor Benrakaton baik-baik saja, tak ada Pelakor alias pencuri celana kolor. Jika jatuh ke tangan orang yang tak bertanggungjawab, kekuatan celana kolor Benrakaton bisa disalahgunakan.
Sebagai laki-laki ia harus kuat menahan diri untuk tak sembarangan memakai celana kolor sakti itu. Terakhir kali ia menggunakan kesaktian celana kolor Benrakaton saat menjebak Kang Asep hingga tertangkap basah saat mencopet dan dijemur di Stasiun Manggarai. Sejak saat itu, celana kolor hanya tergeletak di lemari.
Kesibukan lain juga membuat Panji tidak iseng lagi. O iya, perlu pembaca ketahui, Panji sudah sebulan lebih bekerja di bagian administasi di sebuah perusahaan swasta di bilangan Jalan Sudirman, Jakarta. Gaji pertama yang diterima digunakan membeli kotak bekal Tupperware dan membayar cicilan bulanan celana kolor Benrakaton.
Acara serah terima kotak bekal Tupperware berlangsung syahdu di warung mie ayam. Saksinya dua porsi mi ayam dan dua gelas es teh manis.