“Putri Cinderella pun hidup bahagia dengan pangeran tampan selamanya.”
Sepasang mata bulat itu mengerjap polos, bibirnya tertarik membentuk lengkung manis. Begitu sang mama, Amalia Pamungkas selesai membacakan dongeng kesayangannya yang hampir setiap malam dibacakan sebelum tidur.
“Kalau sudah besar nanti, Bella ingin jadi Cinderella, jadi putri cantik dengan baju-baju bagus dan rumah yang besaaaar sekali.”
Sang ibu yang masih bersandar di kepala ranjang itu terkekeh, lalu mencium rambut putrinya yang bersandar kepadanya dengan buku yang masih terbuka di tangannya.
“Bella nggak mau ketemu pangerannya?”
“Hmm...nggak mau, Bella ingin puas main-main dulu sama ibu peri terus nyobain gaun-gaun yang cantik-cantik. Terus nyobain kereta kudanya, terus sepatu kacanya...”
Amalia terkekeh lagi, putri kecilnya itu memang selalu membuatnya gemas karena tingkahnya.
“Pangerannya ganteng lho kayak papa.”
Kedua alis Bella naik ke atas, tertarik. “Iya nanti Bella ajak pangerannya naik kuda terus main di rumahnya Bella.”
Amalia kembali tersenyum. Dia meletakkan buku dongeng bergambar itu, kemudian mengambil gelas susu yang diatas nakas. “Ya sudah kalau begitu, sekarang waktunya Bella tidur, minum susunya dulu ya...”
Gadis kecil yang masih sekolah di taman kanak-kanak itu mengangguk lalu menerima segelas susu putih yang diberikan mamanya. Meneguknya sampai habis, lalu mengembalikan lagi gelas kosong kepada Amalia.
“Besok harus bangun pagi ya, kalau nggak nanti ditinggal sama mama papa.”
“Kalau Bella mimpinya jadi cinderella pasti tidurnya lama dan bangunnya pasti siang.”
“Nggak usah mimpi jadi cinderella kalau begitu...”
“Terus Bella mimpi jadi apa dong?” tanya Bella dengan pipinya yang mengembung sambil mencari posisi nyaman tidurnya.
“Jadi mama aja.” Jawab Amalia.
“Kenapa harus jadi mama?”
“Mama juga cantik kan kayak putri Cinderella, terus suka bangunin Bella pagi-pagi. Jadi Bella pasti akan mengikuti kebiasaan mama bangun pagi.”
Bella mengangguk setuju, meskipun sebenarnya tidak ada hubungannya antara yang diucapkan mamanya dengan yang akan dimimpikan Bella. “Ya udah aku mimpiin mama saja, biar bisa bangun pagi.”
Amalia tersenyum geli, lalu mencium pipi bulat itu.
“Mama sayang Bella.” Lalu menarik selimut, menutupi tubuh putrinya sebatas dada.
Bella pun mulai memejamkan matanya dan berkata lirih. “Bella lebih sayang mama.”
Amalia berjalan ke arah pintu dengan gelas kosong di tangannya. Sebentar melihat gadis kecilnya lagi yang sudah terlelap dengan memeluk guling sebelum menutup pintu kamar.
Seperti gadis kecil seumurannya yang menyukai segala hal tentang putri kerajaan, Bella juga mengkoleksi berbagai buku dongeng tentang putri-putri Disney itu. Putri Salju, Putri Tidur, Aurell sampai Putri Jasmine bersama Aladin. Tapi yang paling disukainya adalah cerita Cinderella, yang membuatnya jatuh cinta dengan penampilannya yang cantik.
Amalia membelikannya beberapa baju karakter putri, bisa ditebak yang sering dipakainya adalah gaun karakter Cinderella. Hamipir setiap hari setelah sekolah, Bella memakai baju tersebut ketika bermain dengan teman-temannya. Sampai Amalia harus memotong gaun cantik itu sebatas lutut Bella, karena putrinya itu sangat aktif. Melompat-lompat dan berlarian kesana kemari, membuatnya takut kalau Bella terjatuh karena menginjak atau terserempet gaun panjang itu.
Sebelum bisa membaca, Bella hanya suka dengan visualisasi dari tokoh-tokoh yang ada di buku dongengnya. Menginjak smp dia baru bisa mengenal karakter tokoh-tokoh cerita fiktif itu. Bagaimana baiknya Cinderella dan ibu peri, lucunya tikus-tikus yang menjadi kuda-kuda untuk kereta yang membawanya pergi, serta bagaimana jahatnya ibu tiri dan saudara tiri Cinderella. Dan tidak ketinggalan bagaimana tampannya sang pangeran.
Remaja cantik itu masih suka membayangkan dirinya menjadi Cinderella. Memakai baju-baju yang hampir sama dengan potongan gaun Cinderella, meskipun hanya sebatas lutut tidak sampai menjuntai melewati kakinya. Mama dan papanya hanya bisa pasrah dengan tingkat kecintaannya terhadap karakter favorit putri satu-satunya itu.
Papanya sampai mengolok-ngoloknya, karena Bella yang dinilainya telah beranjak remaja masih menyukai buku dongeng tentang putri dan hal-hal yang berbau fantasi lainnya. Tapi Bella cuek saja, menurutnya sangat menyenangkan ketika dirinya tenggelam dalam khayalan negeri dongeng dan membayangkan dirinya menjadi seorang putri yang tinggal di istana.