Pagi di sebuah perumahan elite Alamanda, tujuh tahun kemudian.
Bella masih mengikat tali sepatu ketsnya ketika bi Marni mengingatkannya untuk segera turun karena papanya sudah menunggu di meja makan. Rambut hitam panjangnya ia ikat satu, celana jeans, kaos lengan panjang sudah membungkus badannya dengan rapi. Tidak lupa ia memasang gelang emas bertuliskan namanya “Arabella” di lengan kanannya. Gelang pemberian Amalia ketika dirinya masih belajar di taman kanak-kanak, yang sampai saat ini selalu dipakainya. Bella menambahkan lagi rangkaian rantai gelang tersebut agar tetap muat di tangannya. Setelah mengambil tasnya dia segera turun untuk sarapan bersama papanya.
Adi baru saja meletakkan cangkir kopinya ketika Bella sampai dan mencium kepalanya lalu duduk di depannya. Gadis yang sudah berumur dua puluh tahun itu kemudian menikmati sarapannya, tanpa mengucapkan apa-apa. Adi memandangi putrinya sesaat sebelum dia juga mulai menghabiskan sarapannya.
Bella sedikit menoleh ke arah Adi ketika laki-laki itu mengajaknya bicara setelah sarapannya selesai. Adi dengan hati-hati mengatakan sesuatu yang sejak tadi ditahannya. Beberapa kali ia memperhatikan ekpresi putrinya yang datar.
Bella mendengarkan dengan mulut yang masih menyimpan kunyahan terakhirnya. Dan Adi yang telah selesai dengan semua maksud dan tujuannya, mulai khawatir dengan segala yang dia jelaskan panjang lebar tadi, takut tidak bisa diterima oleh Bella. Tapi melihat putrinya itu masih berwajah biasa saja, membuatnya cukup tenang meskipun belum mendapat jawaban apapun darinya.
“Papa ingin ada yang mengurus dan merawat kamu sayang, agar di rumah ini kembali ramai, agar kamu tidak kesepian lagi. Kamu akan mempunyai dua saudara baru, kamu pasti akan senang.” Pria yang telah menduda selama tujuh tahun tahun ini kemudian menyeruput kopinya yang masih tersisa setengah gelas. Menunggu gadis di depannya yang masih tenang menghabiskan air minumnya, berharap Bella dapat menerima berita tentang dirinya yang ingin menikah kembali bersama wanita pilihannya.
Bella sebenarnya sudah menduga, papanya itu akan bicara tentang hal ini. Beberapa hari sebelumnya, dia memang merasakan bahwa Adi sedang dekat dengan seseorang. Kepala Bella berputar, ia belum mau menerima keputusan papanya itu dengan terburu-buru. Ada beberapa hal yang ingin ia lakukan sebelum menyetujuinya.
“Kalau papa bahagia dengan wanita itu, aku ikut bahagia pa. Tapi aku ingin mengenal lebih dulu orang-orang yang akan menjadi keluarga baru di rumah ini.”
Adi tersenyum mendengar ucapan Bella yang dinilainya tidak terlalu menunjukkan penolakan atas keputusannya yang akan kembali mencoba untuk berumah tangga.
“Tentu sayang, nanti malam kita akan mengundang mereka untuk makan malam. Kamu persiapkan saja semuanya ya. Papa akan berusaha pulang sore dari kantor.”
Bella hanya mengangguk, lalu keningnya menerima kecupan singkat dari papanya sebelum laki-laki itu pergi meninggalkannya di meja makan sendirian.