Wanita itu bernama Martina Wijaya, duduk bersebelahan bersama putri sulungnya yang bernama Anya dan si bungsu Arneta. Ketiganya memiliki senyum manis yang bisa memikat siapapun yang melihat. Wajar saja bila Adi terpesona dengan wanita yang lebih muda tiga tahun dari istrinya yang sudah tiada. Wajah lembut dan santun membuat Bella sedikit memperhatikan calon ibu tirinya itu.
Adi mengenal Martina ketika dirinya sedang mengadakan pertemuan dengan rekan bisnisnya di sebuah restoran, satu tahun yang lalu. Martina adalah manager marketing dari perusahaan yang bekerja sama dengannya. Dari pertemuan itu, entah kenapa Adi seperti melihat sosok Amalia dari perempuan itu. Bicaranya sopan, tingkah lakunya santun dan sosok wanita karir yang hebat. Dari hal sekecil itu, membuat duda satu anak ini merasa penasaran dengan kepribadian yang lain dari Martina.
Mereka dipertemukan kembali, ketika Adi berkunjung ke perusahaan tempat Martina bekerja untuk mendatangani beberapa dokumen. Adi mulai berani untuk mengajaknya makan siang, dan dari sanalah keduanya saling cerita tentang kehidupannya masing-masing. Ada satu persamaan dari keduanya yang membuat mereka semakin dekat, sama-sama pernah kehilangan pasangan untuk selamanya.
Setelah pendekatan selama kurang lebih enam bulan, dan Adi pun sudah mengenal Anya dan Arneta, maka dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk meminta perempuan itu menjadi istrinya. Adi belum berani mengenalkan Martina kepada Bella, rasanya dia masih belum siap melihat wajah terkejut putrinya ketika dia berbicara tentang niatnya untuk menikah lagi.
Butuh beberapa bulan untuk Adi akhirnya bisa membuka pembicaraan dengan Bella tentang keinginannya itu. Dengan Martina, Adi bukan hanya ingin mempersunting wanita itu untuk menjadi istrinya saja. Dia memikirkan putrinya, melihat bagaimana selama ini Bella yang selalu sendirian. Putrinya itu membutuhkan sosok ibu yang bisa menjaganya dan saudara yang menemaninya. Adi berharap dengan kehadiran keluarga barunya, Bella bisa tersenyum kembali.
Bella masih terdiam di tempat duduknya, di samping Adi. Pikirannya melayang, dia benar-benar akan menjadi Cinderalla. Melihat tiga orang yang duduk di depannya, membuat imajinasinya mulai bermain di kepala. Dia melihat Martina, Anya dan Arneta seperti sosok ibu tiri dan saudara tiri yang jahat. Membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi pada dirinya nanti, membuat wajahnya semakin dingin dan tidak bersahabat.
Anya memiliki rambut pendek tapi tetap menawan diwajah tirusnya. Perempuan yang sedang menunggu sidang tesisnya ini, tiga tahun lebih tua dari Bella. Ia mencoba berbasa-basi dengan Bella dengan memperlihatkan senyum manisnya.
“Arneta juga kuliah dengan jurusan yang sama dengan Bella. Jadi mereka mungkin akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk saling berdiskusi tentang kuliahnya.”
Adi mengangguk setuju. “Bella akan mempunyai teman belajar nantinya.”
“Pasti menyenangkan, iya kan Bella?” Arneta ikut tersenyum senang. Gadis ini lebih pendek dari kakaknya, badannya sedikit berisi dengan pipi chubby menggemaskan.
Bella hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia masih belum bisa berbicara banyak dengan ketiga orang itu. Meskipun Bella melihat, ketiganya terlihat dari keluarga yang terpelajar dan kaya. Dia mengakui, Martina adalah sosok wanita yang mempunyai aura berkelas. Tapi dia memang belum bisa memaksakan hatinya untuk terburu-buru menerima Martina, Anya dan Arneta menjadi keluarga barunya. Masih ada beberapa hal yang mengganjal dan membuatnya membutuhkan waktu untuk membuka pintu hatinya lebar-lebar.