“Makasih ya buat kemarin, sebenarnya aku takut Stephen benar-benar akan memukulmu.”
Bella hanya tersenyum, ia menutup buku yang sedang dibacanya lalu menghadap Arneta yang tiba-tiba datang ke kamarnya.
“Itu hanya reaksi spontan saja, aku juga nggak suka sama laki-laki tukang selingkuh kayak dia. Sebenarnya aku belum mengeluarkan jurus karateku lho pasti Stephen yang babak belur, tapi sayang cowok itu keburu datang.”
Arneta tertawa, sama-sama mengingat pengendara motor yang datang tiba-tiba ketika Bella dan Stephen hampir baku hantam.”Tapi kamu harus berterimakasih sama cowok itu lho. Secara nggak langsung dia udah nahan tangannya Stephen, nggak jadi bonyok kan wajah kamu?”
Bella kembali mengingat kejadian itu, sebenarnya dia tahu Stephen tidak sungguh-sungguh akan menghajarnya. Mungkin hanya memberinya ancaman, entahlah pkiran seperti itu tiba-tiba saja terpikirkan olehnya.
Martina masuk ikut bergabung bersama dua gadis itu, tangannya menenteng paper bag yang lumayan besar.
“Besok jangan lupa ya, jam empat sore udah ada di rumah.”
Arneta mengangguk, sementara Bella terlihat bingung. “Boleh nggak, aku nggak ikut ma?”
Martina menggeleng sambil menyentuh dagu Bella lembut. “Kamu pasti nggak mau ikut karena nggak mau pakai gaun malam kan?”
Arneta cekikikan, sementara Bella hanya merenggut manja. “Malas ma, ribet.”
“Semua anak mama harus tampil cantik dan memakai gaun yang terbaik. Pokoknya kamu harus pakai baju yang mama siapin buat kamu. Neta, dandanin adik kamu biar pangling ya...”
“Siap ma...” Arneta mengacungkan jempol.
Martina tersenyum puas, dia lalu beranjak keluar kamar.
Bella hanya menghela napas pasrah, matanya melirik paper bag yang terletak di atas kasurnya. Arneta kemudian menepuk bahunya, lalu pergi dengan senyum yang membuat Bella semakin kesal.