Setelah mengacak-ngacak kamarnya dengan panik, Bella terduduk dengan lesu. Sekarang dia yakin gelang itu terjatuh di jalan, tapi dimana. Setelah tiga hari Bella baru menyadari benda itu tidak lagi terpasang di tangannya. Matanya memandang lukisan Amalia dengan sendu, menyesali kecerobohannya karena menghilangkan barang berharga itu. Bella hampir mengeluarkan air mata ketika pintu kamarnya dibuka pelan dan satu wajah menatap kamarnya dengan kaget.
Baru kali ini Arneta melihat kamar Bella berantakan seperti ini. Dia jadi ingin tahu ada apa dengan saudarinya itu sampai membuat ruangannya seperti kapal pecah.
“Kamu kenapa?”
Bella tersenyum kecil menyembunyikan wajah sedihnya.”Tidak apa-apa, aku hanya mencari gelang pemberian mama Amalia.”
“Mau aku bantu mencarinya?”
Bella menggeleng.”Tidak usah, sepertinya terjatuh di jalan.”
Arneta mengelus lengan Bella.”Pasti berarti banget ya buat kamu?”
Bella sedikit mengangguk, dia lalu berdiri mulai membereskan kekacauan yang dia buat sendiri.
Arneta melihatnya dengan prihatin, dia teringat ada janji bertemu dengan Anya untuk makan siang. Untuk menghiburnya, Arneta kemudian mengajak Bella bersamanya.
“Kak Anya minta ditemanin beli kado untuk pacarnya, habis itu mau traktir makan kita. Setelah beresin ini kita berangkat ya.” Arneta berdiri lalu membantu Bella merapikan kembali kamarnya.
Sebenarnya Bella merasa malas untuk keluar, dia hanya ingin sendirian saja di kamarnya. Tapi sepertinya tidak enak juga kalau menolak ajakan Arneta yang mencoba menghiburnya. Maka dia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Anya dan Arneta ternyata mampu membuat Bella kembali tersenyum. Keduanya mengajak Bella berbelanja, apapun yang gadis itu inginkan akan dibelikan Anya tanpa ragu. Setelah puas, mereka berakhir di sebuah restoran seafood favorit.
Anya kemudian melakukan panggilan dengan cowoknya, Adit. Yang sudah dipacarinya selama setahun ini. Sementara Arneta dan Bella memilih-milih makanan di buku menu.