Tangan Bella mengelus nisan yang bertuliskan nama mamanya lalu mengucap doa dengan khusuk. Setelahnya menoleh ke arah Adi yang masih duduk di sampingnya.
“Sudah selesai?”
Bella mengangguk, lalu keduanya berdiri untuk meninggalkan komplek pemakaman yang hari minggu ini sedikit ramai dikunjungi orang-orang.
Adi merangkul bahu Bella sambil berjalan ke arah mobil.
“Jadi bagaimana?”
“Apanya pa?”
“Christian.”
“Papa sama aja kayak Arneta, emang nggak ada topik lain selain ngebahas soal Chris?” Bella sampai di depan pintu mobil lalu segera masuk dengan Adi yang terkekeh melihat wajah merona putrinya.
Ia tahu Bella sedang bahagia karena pemuda yang dikenalnya seminggu ini. Adi ikut senang melihatnya, melihatnya mengenal dan dekat dengan laki-laki.
Adi juga ingin Bella merasakan perasaan jatuh cinta seperti gadis kebanyakan. Hingga mungkin perlahan ia bisa menghilangkan perasaan kehilangannya terhadap Amalia. Bella harus bahagia dan Adi akan selalu membuatnya seperti itu.
Adi memasang seatbeltnya lalu mulai menyalakan mesin mobil. “Papa hanya nanya, kenapa nggak boleh?”
“Ya nggak apa-apa, cuma bosan ditanya itu terus. Mama Martina, kak Anya dan Arneta sama-sama pingin tahu tentang Chris.” Bella cemberut menyembunyikan perasaan berbunganya.
Adi tertawa.”Soalnya ini kan pertama kali buat kamu. Jadi wajar kalau mereka juga penasaran. Mereka hanya ingin melihat kamu bahagia begitu juga papa.”
Bella hanya menarik napas, memperhatikan jalanan ketika mobil perlahan meninggalkan parkiran pemakaman. Dalam benaknya, ia juga sebenarnya memikirkan Christian. Bella senang ada yang mengajaknya mengobrol, bertukar pikiran dan bahkan pemuda itu menyaksikan sendiri bagaiamana sifat aslinya ketika menghajar dua preman waktu itu. Bella hanya tersenyum geli mengingat wajah terkejut Christian waktu itu.
“Papa ada urusan sama mama Tina keluar kota besok, mungkin bisa dua hari. Kita berangkat bersama untuk urusan kerjasama perusahaan. Kamu baik-baik dirumah ya sama Anya dan Arneta?”
Bella mengangguk, masih memperhatikan jalanan.
“Kapan kamu akan mengunjungi kantor papa? Kayaknya kamu harus sudah terbiasa dengan suasana kantor dan karyawan disana.”
Bella sekali lagi menarik napas. “Aku nggak tahu pa, apa aku bisa memimpin perusahaan seperti papa nanti? Soalnya, aku merasa tidak cocok untuk berada disana. “
Adi menghentikan mobil ketika di pertigaan dengan lampu rambu lalu lintas berwarna merah. “Kamu adalah satu-satunya pengganti papa, dan tidak akan ada yang bisa mengambil alih semua kekayaan yang kita punya selain kamu Bella.”
“Aku rasa kak Anya lebih bisa untuk mengurus perusahaan.”
Adi melirik sekilas ke arah Bella.“Meskipun Anya dan Arneta sama-sama anak papa juga, tapi tetap tidak sama Bella. Kamu yang lebih berhak dan papa akan segera mengurus segala dokumen tentang pengambilan alih perusahaan dan semua asetnya. Papa tidak ingin semua yang kita punya jatuh ke tangan orang yang salah.”
Pikiran Bella menerawang, memikirkan dirinya yang akan duduk di belakang meja kerja dengan tumpukan dokumen dan surat-surat penting lainnya membuatnya menghela napas berat. Selama ini ia tidak pernah memikirkan atau menghitung berapa nilai kekayaan yang dimiliki orangtuanya. Dan ia tidak peduli dengan semua itu. Ia hanya ingin hidup tenang menjalani hidupnya.
Tapi bella sadar bahwa ia adalah satu-satunya pewaris dari semua aset yang dimiliki keluarganya. Mau tidak mau, ia pasti yang akan berada di tingkat paling atas dari Anya, Arneta bahkan Martina.
Dari pembicaraan dengan papanya kali ini, Bella semakin sadar bahwa ia harus berubah. Dunia nyamannya harus mulai ia tinggalkan dan harus mulai belajar sesuatu yang baru demi kelangsungan hidup tahta keluarganya.
Padahal, kehidupan yang sibuk bukanlah dunianya. Ia ingin menikmati suasana tenang disuatu tempat, bersama pangerannya tentunya.
Mobil Adi memasuki halaman rumahnya bersamaan dengan beberapa orang yang keluar dari pintu rumah. Adi dan Bella memperhatikan empat orang yang yang mulai memasuki sebuah mobil yang terparkir.