BUKAN CERITA CINDERELLA

memia
Chapter #15

MENGALAH

Bella bangun siang sekitar jam sembilan pagi karena ia baru bisa tidur jam tiga menjelang subuh. Begitu keluar dari kamar, ia sedikit takjub dengan rumah ini. Ketika malam mungkin tidak terlihat keadaan dari balik pintu kaca samping yang sekarang dibiarkan terbuka sehingga pemandangan hijau di luar yang terlihat dari dalam rumah membuatnya terasa nyaman. Rumah ini ternyata dikelilingi pohon-pohon besar dan tanaman hijau yang cantik. Bella jadi semakin penasaran, dimana sebenarnya ia berada sekarang. Meskipun tubuhnya masih terasa ngilu tapi tenaganya sepertinya sudah pulih kembali.

Bella tidak melihat siapapun, ia yakin Arin bangun lebih dulu darinya. Ia kemudian berjalan ke arah pintu kaca, membukanya, seketika udara segar langsung terhisap penciumannya. Kakinya hendak melangkah keluar tapi dari arah pintu depan Arin masuk membawa sesuatu di tangannya.

“Hei kak.” Arin meletakkan barang yang dibawanya di atas meja makan, sekeranjang buah-buahan hutan yang tidak dikenali Bella.

Bella merasa tidak enak karena bangun kesiangan, ia membantu Arin memindahkan buah-buahan itu ke dalam mangkok besar.

Arin membuka tudung saji, dan meletakkan satu piring serta sendok di meja.

“Kakak sarapan dulu ya.”

Bella bingung bagaimana menolaknya, sebenarnya ia tidak terlalu lapar. Tapi akhirnya ia duduk juga dengan piring yang telah terisi penuh lauk dan nasi. Arin membawa mangkok berisi buah-buahan menuju wastafel dan mencucinya. Bella makan dengan tenang, sepertinya Arga belum bangun atau dia sudah pergi dari pagi. Bella tidak bisa berhadapan dengan pria yang menurutnya tidak menyukainya itu. Tatapannya terlalu menghunus mata dan membuatnya tidak bisa berkutik.

Arin duduk di sebelah Bella setelah meletakkan kembali mangkok buah di tengah-tengah meja makan. Ia kemudian mengambil buah yang berwarna kuning dan memakannya.

“Kak, boleh nggak aku tanya sesuatu?”

Bella menoleh ke arah Arin yang masih mengunyah buahnya sambil menatapnya. Bella mengangguk.

“Bagaimana kakak bisa sampai kemari?”

Bella telah selesai dengan sarapannya, setelah menyiram tenggorokannya dengan segelas air ia menjawab dengan sedikit kebohongan tentang dirinya. Ia tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya kepada orang yang baru saja ia kenal. Arin adalah gadis baik dan Bella yakin itu. Ia hanya belum bisa percaya kepadanya.

Setelah memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang pasti akan dilontarkan orang-orang di rumah ini. Bella menjelaskan. “Aku naik sebuah truk di pelabuhan, dan begitu sadar aku sudah ada di pasar.”

“Terus, luka-luka kakak?”

“Ini...sebelum naik truk aku jatuh dari mobil yang membawaku kabur dari papaku...”

Arin menaikkan kedua alisnya, masih menunggu lanjutan dari Bella.

“Aku mau dijodohkan, tapi aku tidak mau dengan pilihan papa.”

Meskipun jawaban Bella masih samar-samar, Arin hanya mengangguk-angguk. Ia sebenarnya ingin bertanya lagi, tapi Arga keluar dari kamar dan langsung duduk di hadapan mereka.

Tanpa bicara, ia mengambil sendiri piringnya lalu mengisinya dengan nasi, tanpa melirik atau melihat keberadaan Bella di ruangan itu. Arin menghabiskan sisa buah yang berada di tangannya dengan tenang.

Bella merasa tidak nyaman, ia tidak mungkin mengenalkan dirinya terlebih dahulu yang pasti akan mendapat respon tidak suka dari Arga. Ia kemudian berdiri dan membawa piring kotor bekas makannya ke wastafel.

Arin mengikuti Bella.“Dia emang gitu, sok keren.” ujarnya seperti tahu apa yang dirasakan Bella.

“Aku akan pergi setelah ini.” Bella mengerti pria itu tidak menginginkan dirinya berada di sekitarnya.

“Tapi kak, keluar dari sini tidak semudah seperti kedatangan kakak ke tempat ini.”

Bella telah selesai mencuci piringnya, ia terlihat bingung dengan pernyataan Arin. Ia memang melihat rumahnya ini seperti berada di tengah hutan, tapi ia bisa kembali ke pasar tempat pertama kali ia menginjakkan kakinya di daerah ini. Dan Bella pikir, hal itu tidak akan sulit.

“Biarkan dia menemukan jalan keluarnya sendiri.” Arga mendengar pembicaraan dua gadis yang masih berdiri di dapur itu, lalu mengucap dengan santai tanpa melihat ke arah mereka.

Arin memutar bola matanya, tidak menghiraukan ucapan Arga. “Oh ya baju dan sepatu kakak masih basah jadi kakak nggak bisa pergi hari ini kan. Mungkin besok atau kakak bisa tinggal disini sampai tubuh kakak sehat lagi.”

“Nanti siang pasti sudah kering.” Arga berucap lagi dengan tetap sibuk bersama makanannya.

Arin kesal dengan Arga, ia melempar kakaknya itu dengan sebuah garpu dan Arga dengan mudah bisa menangkapnya dengan tangan kanannya tepat di depan matanya. Bella sedikit terkejut bagaimana dengan tenangnya Arga kemudian meletakkan garpu itu dan buru-buru masuk kembali ke dalam kamarnya.

Lihat selengkapnya