BUKAN CERITA CINDERELLA

memia
Chapter #17

MENGAJUKAN DIRI

Hari ketiga di rumah ini, Bella mulai resah. Ia tidak bisa menunggu truk yang akan datang kurang dari tiga puluh hari lagi. Ia tidak bisa menunggu selama itu. Ia harus secepatnya mencari kabar tentang papanya. Ia membutuhkan uang untuk bisa menghubungi Christian. Atau Bella akan gila berada di tempat ini berlama-lama. Menghadapi Arga dan kebosanan karena ia tidak tahu harus melakukan apa di tempat yang jauh dari peradaban ini.

Masih di kamarnya Arin, Bella memandangi tubuhnya yang sudah memakai baju Arin dan menyentuh rambut pendeknya. Sampai kapan ia berada di rumah ini. Ia kemudian keluar kamar, menyusul Arin yang sudah duduk santai di kursi taman. Sementara Arga duduk sendirian di depan adiknya, membaca buku novel yang tidak terbaca judulnya oleh Bella.

Bella duduk di sebelah Arin, karena luka-lukanya akan diobati lagi oleh gadis itu.

Arin banyak bercerita tentang perasaannya yang ingin kembali belajar di sekolah. Ia merindukan suasana sekolah dan teman-temannya. Tapi bagaimanapun ia harus menemani Arga di tempat ini. Arin juga banyak bertanya tentang keadaan perkotaan kepada Bella sekarang ini. Rasanya tiga tahun tinggal di Andera membuatnya kehilangan masa remajanya. Ia kadang ingin mengunjungi beberapa temannya di luar pulau.

Giliran Bella yang bertanya. “Bagaimana caranya ikut bertarung di Arena?” Bella menelan ludahnya setelah bertanya kepada dua kakak beradik yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing itu.

Arin berhenti berhenti mengoleskan salep di lengan belakang Bella yang sudah membaik. Bekas lebam dan memar di badan Bella sudah memudar, luka-luka itu lebih cepat sembuh dari perkiraan Arin. Kedua alisnya naik, sebenarnya Arin tahu gadis di depannya ini bukan gadis sembarangan yang tiba-tiba tersesat di tempat ini. Masih ada cerita yang disembunyikan Bella tentang bagaimana tubuhnya bisa terluka seperti ini.

Melihat raut heran dari wajah Arin, Bella mengerti gadis muda itu tidak percaya dengan ucapannya. Apalagi Arga yang mungkin menganggapnya hanya gadis kecil yang pintar bercanda.

“Aku belajar karate dari smp.” Ujarnya menyakinkan.

Arin melirik Arga yang hanya diam, mungkin tidak tertarik karena terlalu sibuk dengan buku yang dibacanya.

“Aku ingin mendapatkan uang agar bisa secepatnya menghubungi seseorang, untuk menjemputku disini.” Lanjut Bella.

“Bukannya kak Lia sedang menghindari rumah?” tanya Arin melanjutkan olesan terakhirnya di tangan Bella, lalu membereskan alat-alat pertolongan pertama itu dan menyimpannya kembali di lemari.

“Ada hal yang harus aku selesaikan, dengan...pacarku.”

“Jadi kakak sudah punya pacar ?” Arin membesarkan matanya senang.

Bella mengangguk kikuk.”Iya, aku harus menghubungi pacarku untuk berbicara pada papaku tentang kami berdua. “

Arga hanya melirik tanpa minat, meskipun hatinya mulai bertanya-tanya tentang keberanian gadis itu. Ia akui, Bella mempunyai hati yang besar tapi sepertinya itu keputusan salah untuk saat ini. Gadis itu terlalu tergesa-gesa untuk bergabung dalam Arena.

Mengenalnya selama tiga hari ini, sama halnya dengan Arin, Arga merasa Bella masih menyembunyikan sesuatu yang membuatnya seperti ingin cepat-cepat keluar dari rumahnya.

Arga merasa kesal sendiri kenapa ia jadi memikirkan gadis itu. Kedatangannya saja sudah membuat hidupnya yang tenang menjadi kacau kembali. Kalau saja Arin tidak menahannya untuk membiarkan Bella tetap disini, mungkin dari kemarin ia sudah mengantarkan gadis itu ke pasar agar Bella bisa pergi dari hidupnya.

Arin malah senang dengan kehadiran Bella di rumahnya. Ia seperti menemukan saudara perempuan dalam diri Bella. Selama tinggal di Andera, Arin tidak dekat dengan siapapun. Hanya mengenal beberapa orang di Aena dan tidak berhubungan lagi setelah di rumah.

Arin dan Arga cukup tertutup dengan tetangga yang entah ada atau memang mereka tidak punya. Karena rumah mereka jauh dari manapun, karena itu sulit menemukan teman untuk sekedar ngobrol dan berbagi cerita.

Orang-orang yang tinggal di Andera hidup masing-masing, tidak pernah berhubungan satu sama lain. Tidak pernah saling menyenggol, tidak pernah bergunjing hingga menimbulkan gosip-gosip yang tidak bertanggung jawab. Mereka hanya bertemu di Arena, saling menyapa dan berinteraksi lewat bertarung. Tapi mereka bahagia.

Tempat ini, terlalu indah untuk dikotori dengan hal-hal yang tidak penting.

Dan bagi Bella, ikut dalam Arena adalah satu-satunya cara agar ia bisa cepat keluar dari Andera demi mencari papanya. Bella akan ikuti aturan dari tempat ini, meskipun masih terdengar aneh untuknya. Dan ia berharap Arga mau membantunya, meskipun pemuda itu masih belum bersahabat dengannya. Bella sangat tahu, Arga tidak suka dengan kehadirannya di tempat ini. Dan Bella sendiri juga tidak suka dengan sikap menyebalkan darinya.

“Besok.” Arga menutup bukunya. “Kamu bisa melihat Arena seperti apa.” Ucapnya dengan datar sambil melangkah ke arah pintu depan.


Lihat selengkapnya