Sepasang mata wanita itu masih menatap sendu seseorang yang terbaring di atas ranjang, di sebuah kamar dengan gorden yang tertutup rapat, sehingga cahaya matahari tidak bisa menyapa ruangan itu.
Martina Karina atau Martina Wijaya, ibu tiri yang mencoba menyingkirkan Bella dari muka bumi ini, menarik nafasnya pelan, kemudian berjalan ke arah jendela besar itu dan membuka tirainya. Seketika ruangan itu menjadi terang dan terlihat wajah tenang dengan nafas teratur yang dari dua minggu yang lalu terbaring tidak sadarkan diri. Sengaja dibuat koma agar tidak mengetahui dan menghalangi rencana jahat wanita itu terhadap dirinya dan putrinya. Adi Pamungkas, sosok yang dulunya tegap itu hanya bisa terbaring lemah, tidak bisa melihat apa yang telah diperbuat Martina, Anya dan Arneta terhadap Bella.
Pintu kamar dibuka dengan kasar dan seseorang masuk. Ia duduk di sofa memperhatikan laki-laki diatas ranjang dengan tatapan mata menusuk. Martina ikut duduk dengan tenang, sementara putri pertamanya itu menunjukkan wajah kecewa.
“Aku tidak percaya ini.”
Martina hanya menatapnya datar.
“Bagaimana bisa mama jatuh cinta pada target sendiri?” Anya menggeleng kesal.
Martina adalah wanita yang bisa mengendalikan perasaan dan raut wajahnya. Ia kembali dengan wajah angkuh dan menunjukkan bahwa ia tidak menerima protes dari manapun termasuk putrinya sendiri.
“Ini urusanku, yang penting sebentar lagi semua harta Adi akan jatuh ke tanganku.”
Wajah Anya masih menegang, satu hal yang membuatnya takut pada Martina adalah wanita itu bisa melakukan apapun terhadap orang yang tidak disukainya termasuk dirinya yang mengetahui bahwa Adi masih hidup karena Martina tidak melakukan seperti apa yang mereka biasa lakukan terhadap korban kejahatan mereka, yaitu membunuhnya.
“Kamu juga pernah jatuh cinta pada salah satu anak target kita sebelum kamu membunuhnya.”
“Tapi aku tidak seperti mama...” Anya mencondongkan wajahnya, lalu berkata dengan penuh tekanan. “Yang jatuh terlalu dalam...”
Martina mendengus, ia mengalihkan pembicaraan. “Apa kamu sudah mendengar kabar dari pengacara kita? Apakah urusan surat-surat dan dokumen pengalihan harta Adi sudah dia selesaikan?”
Anya mengangkat bahunya.”Aku tidak tahu, apa aku bunuh saja pak tua itu? Kerjanya semakin lambat saja.”
Martina membuang napas kesal.“Kita masih membutuhkan dia. Aku tidak mau seperti kejadian dulu, hanya karena satu dokumen yang belum selesai, kita tidak bisa mendapatkan semua hartanya. Yang kemudian diambil oleh keluarganya.“
"Aku ingin cepat-cepat pergi ke Paris mom." Anya menyandarkan punggungnya.
"Kemana Arneta? Aku tidak melihatnya dari pagi."
"Mungkin sedang mencari laki-laki untuk dijadikan pacar barunya." Anya tertawa garing, lalu melangkah ke arah pintu. Sebelum keluar dari pintu ruangan itu, ia melirik Martina yang menghampiri Adi dan duduk di pinggir ranjang.
Anya hanya tersenyum sinis, lalu melanjutkan membuka pintu kamar yang berada di lantai teratas rumahnya. Untuk saat ini, ia akan membiarkan wanita itu menikmati perasaannya untuk laki-laki yang menjadi ayah tirinya itu.