BUKAN CERITA CINDERELLA

memia
Chapter #19

JUJUR YANG MENYAKITKAN

Ini adalah pagi kelima Bella terbangun di tempat yang ia kenal bernama Andera. Ia tidak tahu berapa lama lagi ia akan berada di tempat ini. Arin masih berada di kamar mandi dan Arga tidak terlihat dimanapun.

Rasa khawatir terhadap Adi kembali menyeruak di dadanya. Amarah dan kebencian terhadap Martina juga kembali membuat dadanya sesak. Membuatnya kehilangan kontrol terhadap emosinya. Tangannya mengepal, kenapa ia harus berada di tempat ini. Membuat semuanya terasa sulit untuk segalanya. Ia tidak bisa segera kembali mencari papanya, tidak bisa menghubungi siapapun. Bahkan untuk mencari berita tentang kabar di luar Andera saja, tidak bisa.

Bella menatap langit pagi yang selalu cerah di Andera. Mencari sesuatu diantara pohon-pohon yang berdiri, mencari celah jalan keluar.

Apa selama ini yang dikatakan Arin benar, bahwa hanya ada satu cara untuk keluar dari tempat ini. Yaitu menunggu truk yang akan datang beberapa hari lagi. Apa Bella bisa mempercayai Arin dan Arga yang sudah menolongnya. Tempat ini membuatnya tertekan secara perlahan.

Tapi ada yang membuatnya menggali kembali jati dirinya. Menariknya untuk menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya. Karena setelah kematian Amalia, Bella seperti berubah menjadi sosok lain. Dan semuanya hanya karena sebuah turnamen.

Setelah melihat sendiri bagaimana Arena sebenarnya, tidak membuat Bella mundur atau takut. Ia malah tertantang untuk menjadi peserta dan bertarung di sana. Ada sesuatu yang membangkitkan lagi sisi tangguh dari dirinya. Membuat otot-otot di tangan dan kakinya menegang, ia ingat ketika masih sering berlatih bersama guru karatenya. Bella merasa puas setelah mengeluarkan tenaganya untuk menghajar samsak atau lawan berlatihnya dulu.

Bella menoleh ke arah belakang rumah dan menemukan sebuah bangunan kecil. Ia tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitar sebelumnya. Hanya tahu bahwa rumah ini, berdiri di tengah-tengah hutan dan tidak ada rumah lain sejauh mata memandang.

Ia kemudian membiarkan kakinya melangkah menuju bagian belakang rumah. Bangunan yang lebih mirip gudang itu tertutup dan terkunci. Karena ingin tahu ada apa di dalamnya, ia mencari celah untuk melihatnya.

Ketika ia sedang berusaha mengintip, dari belakang Arga datang. Dengan suara beratnya membuat Bella hampir berteriak.

“Kamu tidak akan menemukan pintu kemana saja di dalamnya.”

Bella berbalik dan membuang napas. “Aku tidak bisa lebih lama lagi di tempat ini, Arena masih beberapa hari lagi. Aku tidak bisa lagi menunggu!"

Arga bersandar di dinding, memperhatikan raut wajah gadis di depannya yang sarat dengan frustasi.

"Jadi..."

Arga menaikkan kedua alisnya, masih menunggu ucapan Bella

"Tunjukkan jalan keluar dari tempat ini."

Arga menggigit pipi bagian dalam. "Apa kamu tidak ingat apa yang dikatakan Arin?"

Bella membuang napas kesal. "Apa aku harus mempercayai kalian? Aku melihat banyak orang di Arena, darimana mereka datang dan kemana mereka pergi? Tidak mungkin mereka tiba-tiba datang dan pergi kan."

"Mereka tinggal di tempat yang berbeda dan berkumpul di Arena. Hanya itu, setelahnya mereka tidak melakukan apa-apa. Hanya di rumah masing-masing, seperti aku dan Arin."

"Hah, membosankan! apa kalian tidak menginginkan sesuatu di luar Andera?"

"Tidak."

Bella mengerjap tidak percaya. Laki-laki ini, kenapa selalu mendatangkan amarah dalam dadanya.

"Aku akan pergi mencari sendiri jalan keluar dari tempat ini, dan jangan harap aku akan meminta bantuanmu!"

Arga mengangguk dengan santai. “Baguslah, karena tempat ini bukan tempat untuk gadis manja sepertimu.”

Bella menahan nafasnya, menahan umpatan kasar yang akan keluar dari mulutnya. “Oke, aku akan pergi, aku akan berjalan kaki mencari kendaraan yang bisa membawa aku pergi dari tempat aneh ini. Jangan khawatir, aku bukan gadis yang hanya diam menunggu keajaiban datang. Dan kamu, bisa menikmati kembali hidupmu tanpa orang asing yang datang tanpa diundang.”

Bella benar-benar kesal, ucapan Arga memang terlalu pedas untuk dirinya yang sensitif di pagi ini. Maka Bella meninggalkan Arga dengan kepalanya yang memanas.

Arga hanya menghela napas, masih memperhatikan gadis yang berlari menjauhinya. Gadis itu memang tidak bisa ditebak, Arga sendiri belum bisa memahami sifat dan karakter dari Bella. Mungkin karena mereka juga baru saling mengenal.


Lihat selengkapnya