BUKAN CERITA CINDERELLA

memia
Chapter #23

TENTANG ARIN

Pagi ini Bella bangun lebih awal dari Arin dan Arga. Ia ingin membuat sarapan dan membersihkan rumah. Hatinya sedang baik, mungkin setelah berbincang dengan Arga kemarin perasaannya jadi lebih terbuka dan mulai mempercayai orang-orang di rumah ini, juga tempat ini.

Andera ternyata memberinya sebuah pengalaman baru, teman baru dan mungkin sebuah keluarga baru untuknya.

Ia harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa menjadi pemenang di Arena. Tidak apa-apa ia akan mengikuti aturan tempat ini meskipun hal itu pasti memerlukan waktu lebih lama lagi. Papanya akan menunggunya, ia yakin itu. Tapi memang tidak mudah di saat ia tidak bisa mencari kabar tentang papanya karena sulitnya komunikasi di tempat ini.

Sebelum menuju dapur, Bella melihat sebuah paper bag besar di atas meja, ia menghampirinya karena penasaran ada benda cantik yang sudah diletakkan dan menemukan kertas bertuliskan Selamat ulang tahun Arin.

Ah, rupanya hari ini adalah tanggal kelahiran Arin. Benda itu pasti sebuah kado dari Arga yang sengaja diletakkan agar Arin melihatnya tanpa Arga memberinya dengan tangannya sendiri. Terhadap adiknya sendiri saja, laki-laki itu masih saja terlalu gengsi untuk menunjukkan kasih sayangnya.

Bella tersenyum kecil, melihat perhatian Arga yang memang jarang sekali diperlihatkan. Sulit sekali menebak perasaan pria itu. Wajahnya terlalu lurus, Arga pandai menyembunyikan perasaannya. Hampir tiga minggu Bella berada di rumah ini, sedikitnya ia tahu bagaimana hubungan adik kakak tersebut.

Ia kemudian melangkah menuju dapur, mencari bahan-bahan masakan. Tapi di lemari dapur hanya ada beras dan bumbu-bumbu masak serta telur. Sepertinya persediaan makanan Arin mulai menipis. Bella berpikir, membuat nasi bumbu dan telur dadar sepertinya cukup untuk merayakan hari penting gadis itu.

Bella pernah belajar membuat nasi bumbu dari bi Marni. Mengingat wanita itu membuat dadanya sesak kembali. Bagaimana kabar jenazahnya yang dibuang di laut bersamanya waktu itu. Bella sedih tidak bisa memberikan pemakaman yang layak untuk bi Marni. Bila ia benar-benar bisa pulang, Bella berjanji akan membuat makam untuk wanita baik itu.

Tiga puluh menit berlalu, dan matahari pun sudah mulai masuk melewati jendela-jendela kaca dirumah itu. Bella berhenti sebentar untuk membuka pintu kaca itu, membiarkan udara pagi menyapanya.

Arin keluar dari kamarnya, hidungnya mencium sesuatu yang harum dari dapur. Ia kaget mendapati Bella sedang berada di dapur. Biasanya ia yang lebih dulu bangun untuk menyiapkan sarapan.

"Kak Bella lagi apa?"

"Selamat ulang tahun."

Kedua mata Arin membesar, ia tersenyum lebar. "Kak Bella kok tahu?"

Bella menunjuk ke arah depan, dimana kado untuk Arin berada di atas meja.

Arin menghampiri benda itu dan tersenyum lagi setelah membaca kertas kecil di sebelahnya. Bella ikut mendekat, ketika Arin dengan antusias membuka kadonya.

Sebuah jaket yang manis untuk gadis seumuran Arin. Bella ikut senang melihat senyum yang terus mengembang di pipinya Arin.

"Tahu nggak kak, ini adalah kado pertama dari kak Arga selama kita tinggal di Andera."

Bella mengernyit.

Arin menghela napas. "Mungkin kak Arga sudah bisa melupakannya. Pada awal-awal kedatangannya ke tempat ini, dia masih sangat terpukul. Selalu menyendiri di kamar atau pergi ke bukit Tandala dan melampiaskan emosinya di Arena. Tapi sepertinya, akhir-akhir ini kak Arga banyak berubah."

Arin memicingkan matanya ke arah Bella, membuat yang ditatap bingung.

"Mungkin karena kak Bella."

"A aku, apa yang aku lakukan?"

Arin terkekeh, ia kemudian membereskan hadiahnya untuk disimpannya di kamar.

"Aku lapar, ayo kita lihat kak Bella masak apa?"

Bella masih diam karena masih penasaran belum mendapat jawaban yang memuaskan dari Arin.

Tapi gadis itu menarik tangannya ke dapur membuatnya mengikutinya.

Arin makan dengan lahap meskipun dengan makanan sederhana yang dimasak Bella.

"Aku tidak tahu kalau nasi bisa dimasak seperti ini." Pipinya menggembung lucu sambil terus mengunyah.

"Aku juga diajarin kok." Bella menoleh ke arah pintu kamar Arga. "Apa Arga lupa untuk bangun?"

Arin terkekeh."Aku tidak tahu, mungkin dia tidur larut malam."

Bella hanya mengangguk meneruskan makannya. Sesekali ia tertawa mendengar Arin yang berceloteh tentang kado yang diberikan kakaknya.

Sampai siang, Arga belum keluar juga dari kamarnya. Padahal Bella sudah ingin berlatih kembali bersamanya. Maka ia menuju tempat latihan sendirian. Memasang sendiri wrap hand dan mengatur alat-alat yang akan dipakainya. Tapi memang aneh karena ia berlatih sendirian tidak ada lawan sparingnya.

Arin tiba-tiba muncul di sampingnya membuatnya sedikit kaget.

"Aku juga ingin berlatih."

Bella membesarkan kedua matanya.

"Ayo kak." Arin segera mengambil sarung tinju dan memasangnya di tangannya dibantu Bella.

Lihat selengkapnya