Melihat wajah itu lagi, membuatnya tidak bisa fokus dengan tujuannya. Bella berusaha untuk tidak mengirimkan satu pukulan di wajah Christian yang menatapnya dengan perasaan bersalahnya.
Bella tidak tahu, apakah Christian benar-benar menyesal atau hanya pura-pura. Ia masih mencoba untuk mendengarkan ucapan pemuda itu baik-baik. Ini tentang papanya, maka Bella akan berusaha untuk tetap tenang dan percaya pada laki-laki di hadapannya.
Apartemen Jeff terasa lebih hening ketika dua orang yang saling berhadapan itu masih tutup mulut. Dari jendela besar di samping mereka, terlihat pemandangan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Udara sangat cerah, tapi tidak bisa menghangatkan perasaan mereka yang sedang dilanda gelisah.
Keduanya masih mencoba mengartikan sikap masing-masing. Bella yang berusaha tidak terpengaruh oleh nafsu amarahnya. Dan Christian yang merasa sebagai pihak yang membuat kacau semuanya, terlihat tidak tenang. Ia harus bisa menyakinkan gadis itu untuk mendengarkan dan percaya padanya. Atau ia akan merasakan penyesalan untuk yang kedua kalinya.
"Om Adi berada di rumah Martina, sejak kamu menghilang. Sepertinya Martina tidak bisa melakukan sesuatu kepada om Adi. Dia mencintai om Adi." Hingga akhirnya, Christian yang memulai pembicaraan.
Bella menelan ludahnya.
"Sejak kapan kamu bergabung dengan Martina?" Pertanyaan dingin itu seperti tikaman belati di dada Christian.
"Sudah lama."
"Sudah berapa orang yang kamu bunuh?"
"Aku tidak pernah menyentuh orang. Martina, Anya dan Arneta adalah eksekutor terakhir dari permainan kami."
"Tapi kamu menyakiti mereka."
Christian membuang nafas, ia berusaha mendekati. "Bella...biarkan aku membantumu. Martina bukan orang sembarangan, dia bisa melakukan apa saja untuk membunuhmu."
Bella menatap Chris dengan seluruh kebenciannya. "Aku percaya padamu Chris! Orang pertama yang ada di kepalaku untuk membantuku keluar dari Andera, adalah kamu Christian!"
Hardikan Bella menambah rasa sakit di dada Christian. Tangan pemuda itu mencekal pinggiran meja yang berada di sebelahnya. Ia memang pantas mendapatkan kebencian Bella, ia juga pantas bila gadis itu ingin membunuhnya sekarang.
Bella beranjak dari tempatnya berdiri, menuju dapur untuk mengambil air minum dan kemudian duduk di kursi ruang makan yang minimalis itu. Sepertinya ia harus mengendalikan emosinya.
Christian mengikutinya dan duduk di depannya.
Bella menarik nafas sebelum ia mencoba untuk bicara lagi dengan laki-laki yang sedang menunduk itu.
"Katakan, bagaimana keadaan papaku?"
"Dia...hanya terbaring di ranjang."
"Apa maksudmu?"
"Martina membuatnya koma."