BUKAN CERITA CINDERELLA

memia
Chapter #34

CINTA YANG SALAH

Martina menatap sosok yang masih terbaring di ranjang besar itu, sepertinya hal ini menjadi kebiasaan barunya sekarang, memandangi pria yang tertidur dengan tenangnya di ranjang besar itu. Wanita ini sampai tidak menyadari bahwa ia bisa berlama-lama menunggu di kursinya dengan membaca atau menonton televisi. Seorang Adi Pamungkas bisa membuat wanita berhati dingin itu mau melakukan pengorbanan seperti saat ini, menemani pria yang entah masih bisa tersadar atau tidak.

Perempuan yang masih terlihat cantik ini tahu batas pemberian obat yang membuat Adi tidak sadarkan diri, dan ia memang tidak ingin membuat laki-laki yang dicintainya ini mendapatkan kondisi yang buruk bila obat yang diberikan melebihi dosis yang diberikan.

Martina sebenarnya ingin Adi sadar dan bisa berbicara dengannya seperti biasa. Tapi urusan pengambilan paksa harta pria itu belum selesai. Entah apa yang sedang dikerjakan pengacaranya hingga saat ini ia belum melihat namanya di dokumen, sertifikat atau surat-surat penting lainnya atas harta yang dimiliki Adi.

Ia ingin kembali merengkuh tubuh laki-laki itu, merasakan hangatnya pelukan dan dekapannya. Berbincang berdua di suatu tempat yang romantis. Adi sangat perhatian padanya, tapi tetap saja Martina tidak bisa menguasai Adi sepenuhnya. Bella adalah segalanya untuk Adi, karena itu ada beberapa hal yang tidak bisa Martina dapatkan dari laki-laki itu, termasuk uang yang selalu menjadi tujuannya dalam melakukan kejahatan selama ini. Semua harta yang dimiliki Adi sudah atas nama Bella.

Martina benci sekali pada Bella, gadis itu sudah ia lenyapkan tapi tetap saja ia belum bisa memiliki harta Adi sepenuhnya.

Martina mendekati ranjang, lalu perlahan berbaring di samping Adi.

“Kalau saja mas bisa memberikan apa yang mas punya hanya untukku saja, aku tidak akan melakukan ini. Sakit rasanya melihatmu berbaring terus seperti ini. Maafkan aku mas, aku terpaksa melakukan ini agar kamu bisa terus bersamaku.”

 

Sementara di ruangan lainnya, di kamar Arneta, Anya duduk dengan wajah dingin memikirkan ibunya yang semakin lama membuatnya jengkel dengan perhatiannya pada Adi.

“Dia sudah gila, kita harus menghentikannya Neta.”

Arneta yang baru keluar dari kamar mandi hanya membuang nafas, ia duduk di meja rias untuk berdandan.

“Biarkan saja, sebentar lagi juga laki-laki itu akan mati. Kamu pikir dengan pemakaian obat-obatan terus-menerus akan membuatnya bertahan? Laki-laki itu akan overdosis dan mati.” Arneta tersenyum sinis dengan tangannya yang mengoleskan krim di wajahnya.

“Kenapa kita tidak langsung membunuhnya saja sih?!”

“Mama sedang jatuh cinta, kamu seperti tidak mengerti saja dengan hal itu. Kamu sendiri pernah menjadi budak dari pria yang kamu bunuh dulu.”

Anya hanya mendengus kasar, bicara dengan adiknya sama saja tidak memberikannya solusi untuk kekesalan hatinya terhadap Martina.

Lihat selengkapnya