Hal yang sulit diterima masyarakat kita adalah menjadi berbeda.
****
Abyan terus mengetuk pintu kayu berwarna putih tulang itu sambil berteriak, "Hasna! Ayo bangun!"
"Woy Hasna, bangun!"
Abyan berdecak, jam sudah menunjukkan pukul 05.25 terlambat jika menyuruh Hasna untuk sholat subuh. Tapi dia tak boleh menyerah, adik manjanya itu harus segera bangun. Abyan mengetuk pintu kamar Hasna pelan sambil terus berpikir, sampai akhirnya ide jahat itu terlintas di kepalanya.
Abyan berlari ke lantai bawah lalu mengambil kunci yang tergeletak di dalam laci berwarna putih tulang yang dihiasi ukiran berwarna gold. Setelah mendapatkan kunci itu, Abyan menarik senyum miring, melangkah dengan ringan menuju kamar mandi.
Lelaki berwajah tegas itu berdecak pelan, saat tak menemukan barang yang ia perlukan di kamar mandi. "Masa segayung doang sih, mana seru," gumamnya sambil memegang gayung berwarna biru tua.
"Abyan kamu lagi ngapain?"
Abyan tersentak, saat melihat mamanya yang masih mengenakan mukena berwarna putih tengah berdiri di depan kamar mandi. Untung saja ia bisa menahan diri untuk tidak berteriak.
"Mama, ngagetin aja sih, untung aja Abyan nggak spot jantung."
"Hus, nggak boleh ngomong gitu. Lagian kamu lagi ngapain sih, pegang gayung sambil mulutnya komat-kamit gitu?"
Abyan tersenyum lebar hingga menampakkan gigi putihnya yang tersusun rapi. "Abyan mau bangunin Hasna, Ma."
"Kamu ini, masa bangunin adeknya pakai disiram air sih?"
"Kok Mama tahu rencana aku."
Aida menggeleng kepalanya pelan, melihat kelakuan putra sulungnya. "Pasti tahu lah, udah deh nggak usah acara siram-siraman."
"Kalau nggak disiram tuh bocah nggak bakalan bangun Ma."
"Yaudahlah terserah kamu, Mama mau buat sarapan dulu."
Abyan mengangguk, lantas mengambil air segayung penuh. Meski niat awalnya akan menyiram Hasna dengan seember air, tapi apa daya Abyan tak tahu di mana letak ember yang biasanya ada di kamar mandi.
Sesampainya di depan pintu kamar Hasna, Abyan langsung memutar kunci dengan gerakan sepelan mungkin. Dia tak mau adiknya bangun sebelum disiram air dingin. Biar saja, biar Hasna tahu rasa.
Abyan meringis melihat posisi tidur Hasna. saat ini Hasna tengah terlentang dengan satu tangan menggantung dan satu tangan lagi berada di dahinya, jangan lupakan mulutnya yang tengah menganga lebar.
Dengan gerakan pelan Abyan mengguyur air tepat di depan wajah Hasna.
Byuur
"Huaa Puput, banjir Put, pakaian kita belum kering gimana ini," ujar Hasna panik.
Hasna menatap sekitarnya bingung, ia terdiam sebentar dengan dahi yang mengernyit dalam. "Ini aku lagi di alam mimpi apa gimana sih? Kok kamarnya beda, terus Puput mana?" gumam Hasna sambil menggaruk rambutnya kasar.
"Put? Puput? Itu hujan, pakaiannya udah diangkat belum?"