"Tapi, ngomong-ngomong terimakasih, ternyata nyali kalian besar juga untuk menghadapi dua preman tadi, sepertinya aku punya penawaran untuk kalian berdua." Sontak pernyataan dari Leo membuat kedua orang yang ada di hadapannya kembali terbengong dan saling tatap satu sama lain. Alis mereka bertaut, terlihat bingung, belum faham arah pembicaraan Leo.
Leo yang melihat itu hanya tersenyum kecil, "Kalian lihat kan, aku kemana-mana selalu pergi sendirian, dan mungkin itu agak berbahaya untukku, maka dari itu aku ingin menawari kalian kerja sama," Leo lagi-lagi menjeda kalimatnya. Kenapa tidak langsung pada intinya saja? Begitu pikir Marsya.
"Kerja sama apa pak maksudnya?" Iwal yang dari tadi diam saja akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya.
Leo menghela nafas pelan sebelum memulai lagi bicaranya, "Hem..., apakah kalian bersedia menjadi pengawal dan sopir pribadiku?" Akhirnya Leo berkata pada intinya. Iwal dan Marsya kembali saling tatap. Bagi Marsya ini mungkin adalah jalan keluar untuk Iwal.
"Tentu saja kami menerima tawaran bapak dengan senang hati," Marsya tersenyum, tapi tidak dengan Iwal, ia menatap Marsya dengan alis terangkat sebelah, meminta penjelasan.
"Baiklah, besok pagi datanglah ke rumahku dengan berpakaian rapi, ini alamatnya rumahku," Leo menyerahkan sebuah kertas kecil, mungkin saja itu sebuah kartu nama kepada Marsya. Dan gadis itupun menerimanya dengan senang hati.
Setelahnya Leo kembali masuk ke dalam mobilnya. "Hati-hati di jalan pak!" Seru Marsya saat Leo sudah mulai menyalakan mesin mobilnya kembali. Leo hanya membalas dengan senyum tipis, kemudian segera melesat pergi.
"Hei..., apa yang kau katakan? Kenapa main mengiyakan saja tawaran pak Leo? Aku tak mengerti?" Leo tak bisa membendung rasa penasarannya lagi. Ia menatap Marsya dengan raut wajah penuh tanya.
"Ini kesempatan kita bodoh, bukankah kau butuh uang banyak untuk membiayai sekolah adikmu dan pengobatan ibumu?" Iwal mengangguk.
"Nah..., tadi pak Leo kan sedang menawari kita pekerjaan untuk jadi pengawal dan Sopirnya, bisa jadi kan gajinya lebih lumayan dari pada di kantor?"
"Iya..., tapi?" Sesaat Iwal ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Tapi apa?" Marsya sudah mengerutkan keningnya menunggu.
"Aku kan nggak bisa nyetir, Marsya, kenapa kamu main iya-iya in aja sih?" Marsya langsung menepuk jidatnya sendiri karena menyadari kecerobohannya, ia tak pernah berpikir sampai kesitu karena saking senangnya akan dapat pekerjaan baru, kalo Iwal tidak bisa menyetir, dan dirinya juga tidak bisa menyetir, lalu tawaran pekerjaan ya bagaiman?
"Aku kan bukan anak orang kaya, Marsya, jadi mana mungkin pernah punya kesempatan untuk belajar menyetir mobil, ah..., kau ini ada-ada saja!" Mata Iwal kembali sendu, andai ia bisa menyetir, pasti ia juga dengan senang hati menerima pekerjaan ini. Karena miskin tak banyak kesempatan baginya untuk bisa menekuni banyak keterampilan. Ia seolah sedang merutuki nasibnya sendiri.
"Jadi tawaran kerjanya?" Marsya juga terlihat kecewa dan sedih. Ia pikir ini kesempatan bagus untuk Iwal, tapi...
"Baiklah, kita datang saja dulu ke rumah pak Leo besok, dan mengatakan yang sebenarnya, selanjutnya, kita terima nasib saja, atau emang mungkin, nasibku mentok cuma jadi OB," Ucap Iwal sembari tersenyum miris.
"Baiklah besok kita coba saja datang."