"Pak Leo itu ternyata baik ya orangnya, dia akan membiayai ku untuk kursus menyetir, dan dia juga akan memasukkanmu ke tempat kursus agar kau jadi pandai dan bisa menjadi asisten pribadinya." Ujar Iwal saat mereka mulai keluar dari gerbang rumah Leo.
"Hem..., aku tidak menyangka juga, padahal dari luar ia kelihatan seperti orang yang minta di sambit dengan batu." Kening Iwal langsung berkerut mendengar pernyataan dari Marsya.
"Maksudmu?"
"Hehe..., bukan apa-apa, aku hanya bercanda saja tadi. " Ucap Marsya sembari menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal.
"Oh..., aku kira ia lebih cocok di sambit pakai belati." Sekarang gantian dahi Marsya yang berkerut.
"Aku tak menyangka kau lebih parah."
Mereka berdua pun terkekeh bersama. Sampai mereka tidak sadar ada mobil Leo melaju di belakang mereka.
Tin... Tin... Tin!
Marsya dan Iwal terkejut dan buru-buru menyingkir ke sisi jalan. Leo menurunkan kaca mobilnya begitu berada tepat disisi mereka. "Kalian naiklah!" Ucapnya kemudian. Marsya dan Iwal berpandangan sesaat merasa bingung. Wajahnya mereka langsung memucat. Mereka sudah berpikir apakah mungkin Leo mendengar lelucon tidak berguna mereka tadi?
"Hei... ada apa dengan kalian. Ayo cepat naik!" Seru Leo lagi tak sabar.
"Ba-baik pak!" Jawabnya sedikit tergagap, kemudian segera menghambur memasuki mobil.
Kenapa kalian dua-duanya duduk di belakang? Memangnya aku sopir kalian?" Kali ini Leo terdengar ketus.
Lagi-lagi Marsya dan Iwal saling berpandangan sejenak merasa bingung. "Sebaiknya kau saja yang duduk di depan." Saran Marsya pada Iwa. Iwal mengangguk dan segera keluar. Kemudian pindah duduk di bangku penumpang dekat Leo.
Mobil mulai melaju. Suasana masih hening. Tak ada satupun yang berniat membuka suara. Sesekali melirik ke arah spion yang ada di atasnya. Dadanya terasa gusar. Kenapa ia begitu tergoda untuk menatap pria yang ada yang tengah duduk di belakang.
Sesekali ia berdecak kesal. Ia kesal pada dirinya sendiri karena tidak faham dengan apa yang tengah di rasakannya. Iwal yang duduk di dekatnya merasa kaget dan takut tiap kali Leo memukul Stir kemudi dengan keras.
"Aaarrghh.... Sial!"
"Pak... anda ba-baik saja kan?" Iwal memberanikan diri untuk bertanya. Sedangkan di belakang, Marsya menutup mulutnya dengan satu tangan menahan tawa.
Iwal menoleh ke arah Marsya dengan tatapan kesal. Padahal ia sedang ketakutan dan dadanya hampir saja lompat dari tempatnya. Tapi Marsya malah terlihat kegelian.
"Menurutmu?" Sahut Leo dengan suara dingin.
"Aku ingin tanya satu hal. Tapi kau jangan tertawa ya?" Pertanyaan itu di tujukan Leo pada Iwal. Iwal langsung seolah seperti berhenti bernafas. Takut kalo dia salah bicara. Bagiamana jadinya.
"Akhir-akhir ini. Aku merasa aneh, dadaku berdebar tak karuan saat melihat seseorang..." Leo sengaja menjeda kalimatnya. Kemudian melirik sekilas wajah Marsya dari pantulan spion. "Dan... setiap saat aku selalu terbayang-bayang wajah orang itu. Menurutmu, aku itu sedang kenapa?" Lanjut Leo sambil matanya menatap lurus ke jalanan.