POV MARSYA
Aku mengetuk-ngetuk meja yang ada di pentry dengan jariku.
06.10
Masih terlalu pagi. Iwal juga baru saja keluar entah kemana. Mungkin dia sedang membersihkan ruangan entah di bagian mana.
Duduk sendiri bengong seperti ini membuatku teringat kembali akan kejadian semalam. Kejadian saat pak Leo mengajakku makan malam. dia bersikap begitu manis malam itu.
Entahlah... Biasanya aku merasa begitu alergi dengan pria tampan. Tapi entah kenapa pada Pak Leo itu seolah seperti sebuah pengecualian. Aku juga merasa bingung dengan perasaan yang ku rasakan saat ini. Mungkinkah ini cinta? Aku tak pernah membayangkan sebelumnya kalo perasaan itu akan semenyenagkan ini.
Lamunanku buyar ketika aku mendengar langkah kaki seseorang mulai memasuki ruangan. Aku langsung mendongakkan kepalaku yang tadinya ku benamkan di atas lipatan tanganku di atas meja. Tampak Iwal dengan bungkusan di tangannya berjalan menghampiriku.
"Aku membawakan sarapan untuk kita berdua." Ucapnya seraya menarik kursi dan duduk di sebelahku. "Semalam kau pergi kemana dengan pak Leo?"
Sontak pertanyaannya kali ini berhasil membuat tubuhku membeku di tempat. Pikiranku terasa kosong hingga tak tahu harus menjawab apa.
"Astaga... Aku lupa, kalian kan sedang kencan." Iwal malah semakin menggodaku, ia terus saja terkekeh geli sendiri. Seolah baru saja mengatakan lelucon yang sangat lucu.
Sedangkan aku, aku tidak tahan lagi menahan pipiku yang kini pasti sudah bersemu merah.
"Tidak terjadi sesuatu apapun antara aku dan pak Leo, sudahlah... Jangan menggodaku terus seperti itu." Dengusku sambil memukul bahunya dengan sedikit keras. Itu semua karena aku gemas di buatnya.
"Ya... Ampun, pukulanmu keras sekali, mirip pria sungguhan. Aku masih sanksi apakah pak Leo akan benar-benar menyukaimu."
Tanganku baru saja ingin bergerak memukul bahu Iwal untuk yang kesekian kalinya saat aku mendengar suara ketukan jendela kaca di sebelahku. Perhatianku teralih dan ku lihat Pak Leo sudah ada di luar jendela.
Aku hampir-hampir tak mempercayai penglihatan ku sendiri hingga lagi-lagi dadaku terasa sesak di buatnya. Pria itu tersenyum padaku sembari mengangkat tangan kirinya yang memegang ponsel. Dan tangan kanannya menunjuk ke arah ponsel. Aku belum mengerti apa maksudnya.
Tak lama seseorang menghampirinya, ku kira itu mungkin salah satu karyawan disini. Setelahnya pria itu berlalu. Seiring dengan kepergian Leo dan karyawannya...
Deerrrtt... Derrttt....
Aku merasakan ponsel yang ada di saku celanaku bergetar, aku segera merogohnya dan menemukan satu notifikasi pesan dari Leo.