Bukan Gagal Nikah

Diena Mzr
Chapter #18

17

NEL?”

Aku tersentak, karena semalam kami belum memutuskan untuk pergi ke mana namun sekarang Jedy sudah berdiri di depan toko perhiasan. Awalnya dia hanya bilang kalau ingin melihat-lihat saja, tapi ternyata dia menawarkan aku untuk memilih apa yang aku suka. Melihat semua perhiasan emas atau perak yang benar-benar memiliki banderol harga yang cukup membuat mataku membelalak, aku kian teringat dengan seserahan yang sudah disiapkan Zodi untukku waktu kami hendak membeli cincin pernikahan kami di toko emas.

Meskipun hanya toko emas biasa, entah kenapa rasanya cukup membuatku bahagia sekali. Bahkan harganya nggak membuat aku berpikir dua puluh bulan gajiku saja nggak cukup untuk membeli perhiasan yang ada di depan mataku sekarang. Jedy malah menatapku heran seolah nggak ada yang perlu kukhawatirkan lagi dengan pertanyaannya.

“Apa hadiah aku terlalu besar?”

“Hadiah? Oh, iya. Maaf, Dy. Memangnya untuk apa kamu kasih hadiah?” tanyaku ingin tahu. Karena ulangtahunku mungkin masih lima tahun lagi.

“Hari ini bukannya hari di mana kamu mau menerima aku jadi pacar kamu? Dulu. Waktu kita masih sekolah. Aku cuma ingin merayakannya dengan memberikan apa yang kamu suka sekarang.”

Oh! Apa hari ini tanggal 24? Aku sontak melirik ke ponsel di tanganku dan menyalakannya. Benar juga. Aku nggak akan ingat kalau Jedy nggak memberitahuku. Karena sudah lama sekali, aku nggak mengira Jedy ingin merayakannya seperti ini.

“Kamu nggak perlu memberikan hadiah seperti ini, Dy,” kataku sambil berpikir apa Jedy memang mampu membelinya atau dia akan mencicilnya dengan uang gajinya. Aku nggak mau membuat hubunganku jadi seperti hubunganku dengan Zodi. Sampai kapan pun Jedy nggak perlu memaksakan diri untuk mengambil hatiku.

Jedy malah tertawa renyah di sampingku. “Kamu takut aku nggak bisa membelinya dengan uangku sendiri? Cash, kalo perlu.”

Hah? Aku benar-benar terkejut sekali. Apa lagi aku nggak lihat ada supirnya yang berdiri tak jauh dari kami dan langsung menghampiri Jedy saat dia memanggilnya dengan arahan dari tangannya. Supirnya yang jangkung dan agak kurus itu ternyata sudah memerhatikan kami hingga dia langsung menuruti permintaan Jedy. Yang lebih mengejutkan lagi, di tangannya membawa sebuah koper. Apa itu yang dimaksud Jedy? Hm … maksudku, apa itu isinya uang? Apa Jedy benar-benar ingin melamarku lagi dengan cara ini? Salahku adalah belum menjawab lamarannya waktu itu. Apa jangan-jangan dia mengira aku butuh bukti lebih untuk keseriusannya? Aku menggeleng dan berusaha mengenyahkan dugaanku sendiri.

“Meskipun kamu belum bisa jawab pertanyaan aku waktu itu, aku nggak keberatan bisa ada di dekat kamu kayak gini terus, Nel,” ucapnya dengan senyum yang tiba-tiba membuat hatiku bergetar. “Sampai kapan pun, aku bisa nunggu kamu buka hati kamu,” lanjutnya lagi.

Aku hanya menyimak ucapannya dengan bibir terbuka sebelum aku tersadar dan langsung menutupnya lagi. “Ooh,” seruku singkat.

Jedy tersenyum menatapku. Sepertinya dia sadar dan memaklumi kalau aku memang belum tahu harus bagaimana menjawabnya. Karena aku khawatir Zodi juga masih saja mengganggu hubungan kami. “Apa aku boleh tanya sesuatu?”

“Soal apa?”

“APa kamu nggak keberatan kalo Zodi masih sering menghantui hubungan kita? Maksudku, dia seringkali nggak memedulikan keberadaan kamu, Dy.”

Jedy kembali mengukir senyum dan menggeleng. “Nggak, Nel. Kalo aku jadi dia, aku juga nggak akan melepaskan kamu. Aku akan melakukan apa pun demi kamu dan terus mengejar kamu sampai kita nikah.” Suara tawanya yang renyah kembali kudengar.

“Hidupku lucu banget ya?”

Lihat selengkapnya